Dituding Yulianis Istimewakan Nazaruddin, Ini Kata KPK

Yulianis menjelaskan, bukti keistimewaan itu bisa dilihat dari banyaknya aset Nazaruddin yang tidak disita KPK.

oleh Rezki Apriliya IskandarLizsa Egeham diperbarui 25 Jul 2017, 10:46 WIB
Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis disumpah saat memenuhi panggilan Pansus hak angket untuk KPK di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (24/7).Yulianis akan dimintai keterangan sebagai saksi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rapat Pansus Hak Angket KPK, mantan Direktur Keuangan PT Permai Grup, Yulianis , menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengistimewakan Nazaruddin. PT Permai Grup merupakan perusahaan milik mantan Bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin.

Yulianis yang juga saksi persidangan kasus korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengaku ia dan sejumlah mantan karyawan di perusahaan kepunyaan Nazaruddin heran dengan perlakuan istimewa tersebut.

"Tujuan saya bicara di sini bukan untuk melemahkan, menjatuhkan KPK, tapi supaya KPK berhenti mengistimewakan Nazaruddin dan tolong perhatikan teman-teman saya karena ulah Nazaruddin. Jangan orang-orang kecil seperti kami dijadikan tumbal," ujar Yulianis di Ruang KK I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Juli 2017.

Yulianis menjelaskan, bukti keistimewaan itu bisa dilihat dari banyaknya aset Nazaruddin yang tidak disita KPK. Ditambah lagi dengan Nazaruddin yang bebas memanggil para karyawannya ke penjara.

"Banyak aset Pak Nazar belum disita KPK. Alasannya, bukan atas nama Nazaruddin. Pak Nazar bisa bebas mengintimidasi mantan karyawannya yang akan bersaksi di persidangan dengan memanggilnya ke penjara," kata Yulianis.

Dia mengungkapkan, Nazaruddin kerap mengumpulkan karyawannya untuk diintimidasi. Hal itu dilakukan saat Nazaruddin berada di Lapas Cipinang dan Mako Brimob.

"Waktu Pak Nazar di Lapas Cipinang, ada ruangan khusus untuk mengumpulkan karyawannya. Di Mako Brimob, di samping ruang tahanan ada tempat untuk kumpul. Kalau di Rutan KPK memang agak ketat, tapi dia berpura-pura ke rumah sakit dan bertemu karyawannya di situ," kata dia.

Yulianis menambahkan, KPK cuma menangani lima kasus Nazaruddin dari 162 proyek miliknya. Sementara Kejaksaan menangani sembilan kasus dan Kepolisian pun menangani 15 kasus. Nazaruddin juga hanya menjadi terpidana di satu proyek, yaitu Wisma Atlet.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Tanggapan KPK

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat kofrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). KPK menjerat Bupati Nganjuk Jawa Timur, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Terkait tudingan Yulianis atas perlakuan istimewa KPK terhadap M Nazaruddin, lembaga antikorupsi itu pun memberikan tanggapannya. Menurut KPK, semua saksi dan tersangka mendapat perlakuan yang sama.

"Semua saksi dan tersangka serta berstatus mendapat perlakuan sama di KPK. Hubungan istimewa itu mungkin hanya kecurigaan. Lantas, karena KPK memiliki sistem tersendiri dalam penanganan perkara, hal tersebut terminimalkan," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Febri juga menjelaskan, terkait status Nazaruddin sebagai justice collaborator (JC) dalam tindak pidana korupsi, hal itu bukan suatu keistimewaan.

Menurut dia, status Nazaruddin sebagai JC tak serta-merta wewenang KPK, tapi telah dipertimbangkan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor.

"Pemberian status JC itu tidak hanya sikap KPK. Namun, juga membutuhkan pertimbangan dari hakim untuk pihak-pihak yang memberikan keterangan mengungkap keterlibatan pihak atau aktor yang lebih besar," tutur Febri.

Dalam tudingannya, Yulianis juga menyebut Nazaruddin memiliki kedekatan atau hubungan khusus dengan mantan pemimpin KPK sehingga kasusnya aman. Namun begitu, KPK memastikan bahwa hal itu hanya bentuk kecurigaan tak beralasan dari Yulianis.

"Saya kira kalau ada tudingan tentang itu, pasti tidak. Nazar sudah diproses KPK dalam satu kasus korupsi dan satu kasus pencucian uang. Bahkan, KPK saat ini mulai masuk pada pidana koorporasi untuk perusahaan yang mengerjakan proyek-proyek tersebut," ucap Febri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya