Perkawinan Anak Langgengkan Kemiskinan

Perkawinan anak bawah umur kerap terjadi dengan latar belakang orangtua ingin meningkatkan status ekonomi anak perempuannya.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 23 Jul 2017, 20:00 WIB
Perkawinan anak bawah umur kerap terjadi dengan latar belakang orangtua ingin meningkatkan status ekonomi anak perempuannya.

Liputan6.com, Jakarta Perkawinan anak bawah umur kerap terjadi dengan latar belakang orangtua ingin meningkatkan status ekonomi anak perempuannya. Fakta berbicara lain, perkawinan usia anak malah melanggengkan kemiskinan keluarga tersebut.

Fakta ini terungkap lewat hasil penelitian Koalisi Perempuan Indonesia  beberapa saat lalu di lima kabupaten/kota di Indonesia. Hasilnya perkawinan usia anak rentan perceraian.

Ada banyak kasus, perceraian terjadi setahun sesudah pernikahan. Anak itu pun kembali ke rumah orangtua membawa buah hati hasil pernikahan usia muda. 

"Rata-rata mereka yang dinikahkan oleh orangtua saat masih usia anak punya tujuan untuk mengurangi beban kemiskinan, tapi pada akhirnya menambah beban orangtua itu lagi," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartikasari dalam Peringatan Hari Anak Nasional di Jakarta pada Minggu (23/7/2017).

Niat anak yang dinikahkan usia dini memiliki keluarga sejahtera pun pupus. Beban ekonomi di keluarga itu malah bertambah.

Selain itu hak anak perempuan itu pun terenggut. Seharusnya dia mendapatkan haknya untuk mendapat pendidikan, bermain, dan tumbuh kembang optimal. Namun harus lebih dini mengasuh buah hati. 

Di Indonesia, praktek perkawinan anak masih banyak terjadi. Data Badan Pusat Statistik 2015 mengungkapkan ada satu dari lima anak perempuan pernah kawin usia 20-24 tahun melakukan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun.

Saksikan juga video menarik berikut:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya