Di KTT G20, Sri Mulyani Senang Kerja Sama Pajak Makin Erat

Dalam KTT G20 di Hamburg, Jerman, dibahas mengenai upaya negara-negara G20 untuk memulihkan ekonomi dunia.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Jul 2017, 09:36 WIB
Tanggal 7-8 July 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani mendampingi Presiden Jokowi menghadiri pertemuan puncak kepala negara G20 di Hamburg- Jerman. (Facebook Sri Mulyani Indrawati)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri pertemuan puncak kepala negara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hamburg, Jerman pada 7-8 Juli 2017. Dalam pertemuan itu, dibahas mengenai upaya negara-negara G20 untuk memulihkan ekonomi dunia, komitmen terhadap perubahan iklim, sampai penguatan kerja sama pertukaran data keuangan untuk kepentingan pajak.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dalam akun resmi Facebook maupun Instagram-nya, Jakarta, seperti ditulis Minggu (9/7/2017). Sri Mulyani mendampingi Presiden Jokowi dalam KTT G20, bersama Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. G20 adalah kelompok 20 negara yang menguasai lebih dari 75 persen perekonomian dunia yang dibentuk setelah krisis keuangan dunia pada 2009.

Dalam akun resminya tersebut, Sri Mulyani menuliskan, pertemuan di Hamburg merupakan pertemuan penting pada saat yang menentukan, di mana ekonomi dunia menunjukkan tanda pemulihan yang cukup nyata.

Akan tetapi, perbaikan ekonomi dunia masih menghadapi berbagai resiko, seperti rendahnya produktivitas, peningkatan ketimpangan, peningkatan ketidakseimbangan (imbalances), dan kemungkinan perubahan koreksi harga aset secara mendadak.

"Para pemimpin negara G20 membahas secara intensif bagaimana menghindari kecenderungan proteksionisme dan persaingan tidak setara (non level playing field) dan tidak adil (unfair trade) antar negara yang akan beresiko menghancurkan upaya G20 untuk memperkuat pemulihan ekonomi global," tegas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengaku, perkembangan yang sangat menggembirakan dalam pertemuan G20 adalah makin kuatnya kerja sama perpajakan internasional dan peningkatan transparansi pajak antar negara untuk memerangi penghindaran dan penggelapan kewajiban pajak melalui BEPS (Base Erosion Profit Shifting), perkuatan pertukaran informasi perpajakan antar negara (Automatic Exchange of Information/AEoI).

"Indonesia akan memanfaatkan kerja sama perpajakan internasional ini untuk meningkatkan upaya kita melawan penghindar dan pengemplang pajak," katanya.

Namun Indonesia juga harus terus melakukan reformasi perpajakan agar dapat memanfaatkan kerja sama internasional secara maksimal untuk kepentingan negara Indonesia.

Isu lain yang sangat intens dibahas, kata Sri Mulyani, adalah mengenai perubahan iklim, yang dianggap dapat mengancam dunia dan menciptakan resiko bagi generasi anak cucu yang akan datang, bila dunia tidak melakukan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon untuk mencegah peningkatan suhu dunia.

Foto dok. Liputan6.com

"Semua negara G20 akan melakukan upaya untuk mengurangi resiko perubahan iklim, meskipun Amerika Serikat telah memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian Paris untuk mengatasi ancaman perubahan iklim," terang Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Lebih jauh Sri Mulyani menuturkan, Presiden Jokowi juga menyampaikan pandangan Indonesia terhadap berbagai isu global, dari mulai perang melawan terorisme, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berdaya tahan, perdagangan internasional, kerja sama perpajakan internasional, perubahan iklim, dan dukungan untuk membangun Afrika.

"Pengalaman pembangunan Indonesia sangat bermanfaat untuk pertukaran informasi dan pengalaman dan kerjasama global yang makin erat dalam menciptakan kesejahteraan dunia yang adil dan beradab," ucapnya.

Selain itu, Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan pemimpin negara G20 dan negara tamu lainnya, seperti Australia, Spanyol, Belanda, Vietnam, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut makin mempererat kerjasama perdagangan, investasi dan pertukaran pelatihan.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya