Ketika PPP Romahurmuziy Kembali Diakui Kepengurusannya

Kasus bermula dari SK Menkumham Nomor: M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tentang pengurus DPP PPP 2016-2021.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Jun 2017, 23:26 WIB
Romi terpilih sebagai ketua umum dalam Muktamar PPP di Surabaya. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh kepegurusan Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) belum selesai. Kini memasuki babak baru setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta mengeluarkan putusan hari ini.

Dalam putusan PT TUN yang dikutip dari situs Mahkamah Agung, Rabu (14/6/2017), menyebutkan, kepengurusan PPP Romahurmuzy diakui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kadar Slamet itu, menyatakan menerima gugatan yang diajukan Romahurmuziy dan Kemenkumham. Serta menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengesahkan kepengurusan Djan Faridz.

"Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat II intervensi/Pembanding," ucap Kadar dalam putusannya.

Kasus ini bermula dari SK Menkumham Nomor: M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tentang pengurus DPP PPP 2016-2021 yang menetapkan Ketua Umum PPP adalah Romahurmuziy. Hal itu lantas digugat oleh kubu Djan Faridz.

Djan menggugatnya ke PTUN Jakarta. Gugatan Djan Faridz dikabulkan pada 22 November 2016. Dengan demikian, PTUN Jakarta membatalkan SK Kemenkum HAM tersebut.

Namun dengan adanya putusan PT TUN tersebut, maka kepengurusan Djan Faridz pun dinyatakan tidak sah.

"Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor95/G/2016/PTUN.JKT tanggal 22 Nopember 2016 yang dimohonkan banding," jelas Kadar.

Dalam pertimbangannya, karena yang dipersoalkan Penggugat/ Terbanding adalah isi atau substansi dari obyek sengketa, yaitu tentang Pengesahan Susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan hasil muktamar islah di Pondok Gede, maka sebagaimana telah dipertimbangkan, penyelesiannya mestinya mengacu pada ketentuan dasar yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan partai politik dalam Undang-Undang Nomor2 Tahun 2011 (i.c pasal 32 dan 33).

Karena itu, maka Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutusnya, baik dari segi kewenangan, prosedur maupun materi keputusan tersebut.

 

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya