Gugatan Perdata Terhadap Ahok Dicabut, Ini Pernyataan ACTA

ACTA mengaku kecewa atas sikap Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memisahkan kasus perdata dengan pidana Ahok.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Jan 2017, 20:04 WIB
Koordinator ACTA, Habiburokhman usai melayangkan gugatan class action terhadap Basuki Tjahaja Purnama di PN Jakarta Utara, Kamis (8/12). Gugatan yang dilayangkan untuk menuntut ganti kerugian atas apa yang telah dilakukan ‎Ahok (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Penasihat Hukum Tim Advokasi Bhineka Tunggal Ika, Humphrey R. Djemat mengungkapkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) resmi mencabut gugatan perdatanya terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Gugatan ACTA terkait kasus dugaan penistaan Agama yang diduga dilakukan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 8 Desember 2016. Gugatan dicabut pada Kamis, 19 Januari kemarin.

"Sidang perdana atas gugatan tersebut digelar pada Kamis, (19/1/2017), namun pada sidang terbuka, pihak Penggugat melalui Kuasa Hukumnya, yang berasal dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) resmi mencabut gugatan tersebut. Dengan demikian gugatan tersebut sudah tidak ada lagi," kata Tim Kuasa Hukum Ahok, Humphrey dalam keteragan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Jumat (20/1/2017).

Koordinator ACTA, Habiburokhman tidak mengiyakan ataupun membantah soal pencabutan gugatan terhadap Ahok. Namun, ia mengaku kecewa atas sikap Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memisahkan kasus perdata dengan pidana Ahok.

"Kami kecewa dengan sikap PN Jakarta Utara yang membentuk Majelis Hakim sendiri dengan register perkara berbeda dengan perkara pidana, sehingga sidang tidak digabung dengan perkara pidana," kata Habiburokhman, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, (20/1/2017).

Ia mengatakan, gugatannya tersebut didaftarkan sebelum sidang pidana Ahok digelar. Namun, pihaknya baru mendapat panggilan setelah sidang pidana masuk sidang ke-6, sudah banyak saksi yang diperiksa tanpa kehadiran mereka.

"Kalau sidang dilaksanakan terpisah maka gugatan kami akan sia-sia karena kami juga berkepentingan mengajukan bukti, saksi dan ahli untuk membuktikan perbuatan pidana Ahok yang akan menjadi dasar gugatan perdata kami," tambah Habiburokhman.

Sejak pendaftaran, ia menambahkan, pihaknya sudah menegaskan gugatan tersebut merupakan gugatan ganti rugi secara khusus yang diatur berdasarkan Pasal 98 ayat 1 KUHAP.

Pasal itu berbunyi, Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.

Habiburokhman mengaku, pihaknya mempertanyakan pada sidang kemarin di ruang sidang. Namun majelis hakim mengatakan mereka hanya mendapat penugasan. Mereka tidak tahu alasan mengapa sidang dipisah.

Dalam tuntutannya, ACTA menuntut ganti rugi sebesar Rp 470 miliar. ACTA merupakan kuasa hukum dari Ali Hakim Lubis yang merupakan perwakilan kelompok yang diduga merasa dirugikan oleh Ahok.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya