Polisi: Ada 50 Orang Beli Kaus Palu Arit dari Warga Bandung

Para pembeli tersebut akan diperiksa penyidik untuk mengetahui motif mereka membeli kaus tersebut.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Jan 2017, 19:03 WIB
Barang bukti saat rilis penangkapan tersangka penjual kaus berlogo palu arit secara online di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (30/12). Diketahui, HS sudah memproduksi kaus tersebut sejak tahun 2003 lalu seharga Rp 115 ribu. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan ada setidaknya 50 orang yang diketahui membeli kaus palu arit dari tersangka Hendra Saputra yang menjual kaus terlarang tersebut.

"Para pembelinya ada di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Identitas pembelinya sudah diketahui, nanti mereka akan kami periksa," kata Brigjen Agung di Jakarta, Jumat (6/1/2017).

Seperti dikutip dari Antara, para pembeli tersebut akan diperiksa penyidik untuk mengetahui motif mereka membeli kaus tersebut.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengamankan seorang warga Cililin, Bandung Barat, bernama Hendra Saputra yang menjual kaus palu arit di media sosial. Satu kaus dijualnya seharga Rp 115 ribu di media sosial.

Agung menjelaskan, Hendra dibantu oleh enam karyawannya dalam memproduksi kaus palu arit itu.

Hendra sudah memproduksi dan menjual kaus sejak tiga tahun lalu, tetapi baru enam bulan lalu menjual kaus palu arit.

Setelah ditangkap, Hendra dititipkan penahanannya di Rutan Polda Metro Jaya.

Atas perbuatannya, tersangka Hendra dijerat Pasal 107 a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan KUHP. Pasal tersebut mengatur kebijakan tentang kejahatan terhadap keamanan negara yakni tindak pidana dengan sengaja melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dari atau melalui media apa pun, menyatakan keinginan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk perwujudan.

Hendra juga dikenakan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan dinilai dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya