Cerita Menko Darmin Saat Indonesia Kena Krisis 1998

Indonesia tidak bisa menghindar dari krisis karena perusahaan-perusahaan tak menerapkan tata kelola yang baik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 28 Sep 2016, 09:31 WIB
Darmin Nasution (kanan) dan Pramono Anung berdiskusi jelang pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid XI, Jakarta, Selasa (29/3). Salah satu paket kebijakan yaitu pengendalian resiko untuk memperlancar arus barang di pelabuhan (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena krisis keuangan pada 1998. Akibat krisis keuangan tersebut, banyak perusahaan di Indonesia bangkrut. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Indonesia tidak bisa menghindar dari krisis karena perusahaan-perusahaan tak menerapkan tata kelola yang baik atau good corporate governance.

"Good corporate kita jauh dari baik, bahkan perbankan pun begitu banyak. Hal itu terjadi, sehingga tidak mampu bertahan menghadapi guncangan krisis 1998 itu," kata dia dalam acara Annual Report Award 2015 di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa malam (27/9/2016).

Oleh karenanya, Darmin bilang, pemerintah waktu itu melakukan audit terhadap kinerja perusahaan-perusahaan. "Kemudian saya ingat 1999 kita mulai mengaudit, bukan audit keuangan tapi audit khusus kinerja. BUMN terbesar kita mulai dari Pertamina dan PLN dan itu berlangsung sampai tahun 2001," jelas dia.

Perusahaan mesti diperkuat supaya kebal dari krisis. Dia bilang, supaya kuat perusahaan mesti memenuhi beberapa syarat. Pertama, penegakan tata kelola perusahaan yang baik. "Internal perusahaan harus beres," ungkap dia.

Kedua, akuntan publik mesti menjalankan tugasnya dengan baik. Tanpa itu, maka tata kelola perusahaan tidak dapat berjalan. Terakhir, peran regulator mesti diperkuat. "Kalau itu bobol juga maka tinggal penegak hukum yang turun tangan," tandas Darmin Nasution.

Sebelumnya pada 22 September 2016, Menteri Keuangan Sri Muyani mengatakan bahwa krisis 1998 merupakan salah satu krisis dengan biaya penanggulangan terbesar di dunia. "Biaya kita untuk bailout banking system salah satu yang tertinggi di dunia, 70 persen dari GDP," kata dia.

Tantangan Indonesia pun berlanjut. Pasalnya, krisis kembali terulang pada 2008. Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bersama DPR menyiapkan sejumlah antisipasi untuk menghadapi krisis.

"Pemerintah dan parlemen mengambil langkah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 untuk menstimulasi resolusi penanganan krisis sistem keuangan," jelas dia. (Amd/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya