Terobos Kebiasaan, LKS Terlarang di Purwakarta

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menegaskan guru tak boleh malas.

oleh Putu Merta Surya PutraAbramena diperbarui 21 Sep 2016, 09:16 WIB
Ilustrasi anak sekolah. (via: Liputan6.com))

Liputan6.com, Purwakarta - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kembali membuat gebrakan dalam dunia pendidikan. Beberapa waktu lalu, Dedi melarang semua siswa mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Kali ini, dia mengeluarkan surat edaran yang melarang sekolah menyediakan buku Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dedi mengatakan, surat edaran Nomor 421.7/2156/Disdikpora itu sudah dikeluarkan sejak Selasa 20 September kemarin.

"LKS juga telah mereduksi produktivitas dan kreativitas para guru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah," ucap Dedi dalam keterangannya, Rabu (21/9/2016).

Pria yang akrab disapa Kang Dedi ini pun meminta agar guru memiliki buku kendali untuk setiap siswa, yang berisi perkembangan setiap anak didiknya. Hal ini dilakukan agar guru tak hanya mengacu kepada LKS semata.

"Guru harus punya buku kendali. Di dalamnya berisi perkembangan siswa, ada indikator keberhasilan dalam proses belajar mengajar, sehingga isinya bukan lagi angka, tapi kemampuan siswa, dia sudah bisa apa. Tidak boleh lagi LKS menjadi rujukan," kata Dedi.

Oleh karena itu, kata dia, guru harus lebih kreatif dan rajin dalam mendidik dan mengajar siswanya.

"Guru harus lebih produktif dan kreatif menyampaikan materi pelajaran kepada siswa tanpa LKS," tutur pria yang juga politikus Golkar itu.

Selain agar membuat guru tak malas, penghapusan LKS di sekolah juga akan berpengaruh pada faktor ekonomi orangtua siswa. Sebab, tidak semua orangtua memiliki kemampuan untuk membeli LKS.

Selama ini, kata dia, paling tidak orangtua harus menghabiskan dana Rp 10 ribu untuk setiap LKS per mata pelajaran.

Akan ada sanksi tegas kepada sekolah yang tetap menjual LKS. Sanksi itu bukan hanya diberikan kepada guru, tetapi kepala sekolah sampai koperasi sekolah.

Dia juga tak segan-segan untuk memberikan sanksi kepada Kepala UPTD Dinas Pendidikan setempat yang masih membandel. "Jadi sanksinya pencopotan jabatan sampai penundaan kenaikan pangkat dan golongan," ucap Dedi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya