Grasi Jelang Eksekusi

Ada empat terpidana mati yang tengah mengajukan grasi.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 28 Jul 2016, 06:33 WIB
Simulasi pengamanan eksekusi mati (Liputan6.com/ Aris Andrianto)

Liputan6.com, Jakarta - Eksekusi mati jilid III terhadap terpidana kasus narkoba segera digelar. Kejaksaan Agung memastikan 14 terpidana mati bakal menghadap regu tembak.

Namun menjelang pelaksanaan eksekusi, sejumlah terpidana yang masuk daftar eksekusi mati mulai mengajukan grasi atau permohonan pengurangan hukuman kepada Presiden.

Menurut catatan Liputan6.com, ada empat terpidana mati yang mengajukan grasi. Keempatnya, yakni Freddy Budiman, Zulfiqar Ali, Seck Osmane, dan Merry Utami. Mereka ramai-ramai mengajukan grasi pada 'injury time'. Tujuannya hanya satu, lolos eksekusi mati.

Seperti yang dikatakan Farhat Abbas, pengacara dari terpidana mati Seck Osmane. Dia optimistis Seck bakal lolos dari eksekusi mati kali ini setelah permohonan grasinya diterima panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu 27 Juli 2016.

Farhat pun mengingatkan Kejaksaan Agung agar menunda eksekusi mati kliennya.

"Kejagung tidak boleh menembak terpidana yang dalam proses pengajuan grasi," kata Farhat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu 27 Juli 2016.

Dia menuturkan, jika tetap melaksanakan eksekusi mati, berarti Kejagung telah melanggar hak asasi manusia (HAM). "Melanggar HAM, penyalahgunaan kewenangan kekuasaan, pembunuhan dan pidana," ucap Farhat.

Sama halnya dengan Seck, terpidana mati lainnya yakni Merry Utami dan Zulfiqar Ali juga terus berupaya meloloskan diri dari jaksa eksekutor. Melalui pengacaranya, Arinta Dea, Merry telah mengajukan grasi ke Pengadilan Negeri Tangerang pada Selasa, 26 Juli 2016.

"Selama Presiden belum memutuskan menerima atau menolak grasi, sesuai pasal tentang UU Grasi, pelaksanaan eksekusi tidak dapat dilaksanakan dan dibenarkan secara hukum," kata Arinta di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah.

Menurut dia, pemerintah harusnya berkaca pada kasus terpidana mati lainnya yang tidak dieksekusi pada 2015, yaitu Mary Jane Veloso. Sebab, kata dia, kasus yang dialami Merry Utami hampir sama dengan Mary Jane.

"Modus yang digunakan oleh sindikat untuk menyelundupkan narkotika memanfaatkan kerentanan perempuan," ucap Arinta.

Dia pun minta Kejaksaan Agung menghapus nama Merry dalam daftar eksekusi mati jilid III yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

Sementara terpidana mati kasus narkoba Zulfiqar Ali juga berencana mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Jokowi sebelum pelaksanaan eksekusi. Hal ini diungkapkan pengacaranya, Saut Edward Rajagukguk di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah.

Menurut dia, masuknya Zulfiqar dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi merupakan suatu kesalahan Kejaksaan Agung. Sebab pihaknya sudah menerima surat dari Kementerian Sekretariat Negara terkait diizinkannya Zulfiqar menggunakan hak hukumnya, yaitu pengajuan grasi.

"Sebagai pengacara Zulfiqar, memprotes adanya eksekusi terhadap klien saya. Saya sudah mengantongi surat dari Presiden yang ditandatangani oleh Mensesneg, bahwa Zulfiqar Ali masih diberikan hak mengajukan grasi. Ini ada suratnya tertanggal 20 Juni 2016," kata Saut.

Ilustrasi eksekusi mati

Freddy Budiman Pasrah

Sikap berbeda malah ditunjukkan oleh terpidana mati Freddy Budiman. Bekas bandar narkoba itu mengaku pasrah, apapun hasil permohonan grasinya. Entah ditolak atau diterima, Freddy menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa.

"Disetujui, dikabulkan atau tidak, Allah SWT yang menentukan," tutur pengacara Freddy, Untung Sunaryo di dermaga Wijayapura.

Meski kliennya menyatakan siap menghadap regu tembak, ada satu permintaan terakhir yang diminta. Yaitu permohonan grasi. Untuk itu, ia pun buru-buru kembali ke Ibu Kota guna mendaftarkan grasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

"Besok kami akan daftarkan grasi. Pada prinsipnya, pada hakekatnya, dia siap. Tetapi kami tetap menyampaikan pemohonan grasi, karena itu hak dari terpidana," terang Untung.

Sebelumnya, persiapan eksekusi mati tahap III hampir selesai. Artinya, waktu eksekusi tidak lama lagi. Jaksa Agung HM Prasetyo pun memastikan semua terpidana mati yang akan dieksekusi telah berada di ruang isolasi. Dia membenarkan ada 14 terpidana mati yang akan dieksekusi.

"Kalau tidak berubah, ada 14 orang (terpidana mati dieksekusi)," kata Prasetyo di kantornya, Jakarta, Rabu 27 Juli 2016.

Keempat belas terpidana mati, kata dia, sudah masuk ke ruang isolasi. "Sudah diisolasi," sambung Prasetyo.

Namun, dia masih menolak menginformasikan soal waktu pasti eksekusi. Begitu juga saat disinggung soal informasi eksekusi mati yang akan dilaksanakan pada Kamis malam.

"Saya masih menunggu," kata Prasetyo.

Dia juga memastikan nama Freddy Budiman masuk dalam eksekusi mati tahap tiga yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Selain Freddy, terpidana mati Merry Utami juga turut disertakan dalam eksekusi yang waktunya tinggal menghitung hari ini.

"Freddy masuk, akan kita eksekusi untuk tahap ketiga, Zulfiqar juga masuk, Merry Utami juga masuk," tandas Prasetyo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya