Benahi Masalah Sampah Plastik, Pemerintah Harus Ubah Sistem

Kebijakan cukai terhadap kemasan plastik diperkirakan akan merugikan negara sebesar Rp 528 miliar.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Jul 2016, 19:03 WIB
Sejumlah pemulung mengais sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Rabu (4/11/2015). Penghadangan truk sampah DKI Jakarta oleh sejumlah warga membuat Bantar Gebang terlihat sepi dari pemulung. (Liputan6.com/ Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha plastik melihat bahwa logika pemerintah untuk menangani permasalahan sampah di Indonesia kurang tepat. Pemerintah selama ini berpikiran bahwa dengan mengurangi konsumsi plastik akan menyebabkan sampah berkurang. Padahal selama ini komposisi terbesar sampah di Indonesia justru sampah organik dan bukan sampah plastik

Wakil ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Edi Rivai menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada 2010, komposisi sampah terbanyak di tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang adalah sampah organik dengan porsi 67 persen. 

Oleh sebab itu, langkah pemerintah mengambil jalan pintas dalam permasalahan sampah plastik dengan pengurangan konsumsi kurang tepat. Seharusnya pemerintah membenahi sistem pembuangan.

“Sebenarnya yang harus disalahkan bukan sampah atau plastiknya, tetapi orang yang membuangnya,” kata Edi dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP), di Jakarta, Senin (18/7/2016). 

Edi menjelaskan bahwa manajemen permasalahan di Indonesia belum benar, dari bagaimana pemilahan sampah, hingga pembuangan akhir sampah. “Sayangnya di Indonesia, walau di rumah sampah telah dipilah, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah tersebut akan tercampur lagi,” kata Edi.

Pengurangan konsumsi plastik sendiri dilakukan pemerintah dengan berbagai cara, dimulai dari penerapan kantong plastik berbayar, pembuatan kantung plastik ramah lingkungan, hingga kebijakan cukai terhadap kemasan plastik.

Berbagai cara yang dilakukan pemerintah dianggap belum efektif oleh asosiasi. “Kantung plastik ramah lingkungan biasanya tipis, sehingga jarang diambil pemulung, dan jadinya tidak bisa didaur ulang,” kata Edi.

Penerapan kantong plastik berbayar pun belum terlihat efektif. Terakhir, kebijakan cukai terhadap kemasan plastik diperkirakan akan merugikan negara sebesar Rp 528 miliar dalam 1 tahun.

Inaplas bersama dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) terus berusaha mengurangi permasalahan sampah di Indonesia, salah satunya pendaur-ulangan kemasan plastik minuman.

Berdasarkan data penelitian LAPI IPB pada tahun 2008 dijelaskan bahwa hampir seluruh kemasan plastik minuman (lebih dari 96 persen) sudah didaur ulang.

perwakilan FLAIPPP Rachmat Hidayat menjelaskan, tindakan dari pihak swasta saja belum cukup, pemerintah harus terlibat. Pemerintah harus menerapkan sistem pemilahan sampah yang jelas, dan menyediakan infrastruktur pemilahan sampah.

“Kita punya perundang-undangan, ada detil-detil yang bisa dilakukan, pemerintah pusat bekerja harus sesuai jobdesk,” jawab Rachmat terkait solusi permasalahan sampah di Indonesia. (Aldo Lim)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya