1 Juni 2016, Pemerintah Tutup Lokalisasi Prostitusi di Mojokerto

Menteri Sosial mengatakan, pemerintah menutup lokalisasi prostitusi sebagai upaya mengurai masalah yang kompleks di dalamnya.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Mei 2016, 12:00 WIB
Pemerintah tidak hanya melakukan upaya penutupan lokalisasi prostitusi, melainkan menyiapkan seperangkat aturan berupa regulasi agar tercipta pola hidup dari tidak sehat beralih menjadi hidup sehat.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, penutupan lokalisasi prostitusi terus dilakukan pemerintah di seluruh Indonesia, sebagai salah satu upaya mengurai permasalahan yang kompleks di dalamnya.

“Pemerintah terus melakukan penutupan lokalisasi prostitusi di seluruh Indonesia, sebagai salah satu upaya mengurai permasalahan yang kompleks dalam lingkaran prostitusi,” ujarMensos di Ponpes Ulul Albab Candi Pura, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (28/5/2016). 

Permasalahan kompleks, kata Mensos, yang dimaksud dalam lingkaran prostitusi adalah terjadinya eksploitasi seksual, perdagangan manusia atau human trafficking, serta tindak kekerasan. “Di lokalisasi prostitusi memang sangat kompleks permasalahannya, baik berupa eksploitasi seksual, perdagangan manusia, serta tindak kekerasan,” ucapnya, seperti termuat dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com.

Lokalisasi prostitusi di Provinsi Jawa Timur terus berkurang. Kini yang tersisa dan teridentifikasi pemerintah berada di daerah Mojokerto dan Juni bisa dilakuka penutupan. “Lokalisasi prostitusi di daerah Mojokerto ditargetkan pada 1 Juni 2016 ini bisa segera dilakukan proses penutupan,” harapnya.   

Pemerintah tidak hanya melakukan upaya penutupan lokalisasi prostitusi, melainkan menyiapkan seperangkat aturan berupa regulasi agar tercipta pola hidup dari tidak sehat beralih menjadi hidup sehat. “Pemerintah berkewajiban mengurai persoalan dengan regulasi agar tercipta pola hidup dari tidak sehat menjadi sehat bagi warga lokalisasi,” ujarya. 

Terkait peredaran minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (minol) perlu ditata ulang dengan regulasi yang lebih ketat atau strik dan berada di area tertentu. “Ini bukan soal pencabutan, melainkan proses regulasi terhadap Peraturan Daerah (Perda) agar lebih restrik dan berada di kawasan hotel bintang lima, sehingga perlu ada revisi sesuai yang ditimbulkan baik kejahatan maupun tindak kekerasan,” katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya