‎Reaksi Bos OJK soal Penutupan Kartu Kredit‎ Massal oleh Nasabah

OJK telah bertemu dengan Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) dan Kemenkeu untuk membahas pengenai penutupan kartu kredit massal.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Mei 2016, 13:16 WIB
Anak muda juga perlu tahu apa bedanya kartu kredit Visa dan MasterCard.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengambil langkah ‎atas dampak maraknya penutupan kartu kredit nasabah pasca-aturan wajib lapor data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu). Langkah awalnya melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap nasabah guna menghindari spekulasi.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengakui bahwa ‎perbankan sudah terkena imbas dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mewajibkan pelaporan data transaksi kartu kredit, mulai dari penutupan kartu kredit hingga mengurangi plafon atau transaksi penggunaan kartu kredit.

"‎Sudah ada indikasi seperti itu menutup dan mengurangi plafon kartu kredit. Bukan cuma yang besar (nasabah) saja, tapi juga yang kecil-kecil juga ikut-ikutan," ucapnya saat ditemui usai acara IFRS Beyond 2018: The Changing Lanscape of Financial Reporting di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Atas dampak penutupan kartu kredit, kata Muliaman, OJK telah bertemu dan berkoordinasi dengan Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) dan Kemenkeu. Koordinasi juga dilakukan OJK pada rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini.

"Kita memahami maksud dan tujuannya. Tapi kita perlu sosialisasi dan edukasi yang baik, supaya masyarakat bisa lebih confident terhadap kebijakan wajib lapor data kartu kredit. Dengan begitu, tidak ada ‎spekulasi berlebihan atau keliru dari aturan tersebut. Kita akan bantu Kemenkeu dalam hal ini," jelasnya.

‎Meski merugikan perbankan, Muliaman menegaskan, OJK belum meminta pihak Kemenkeu merevisi aturan pelaporan data transaksi kartu kredit. Namun dia meminta agar DJP Kemenkeu dapat mengiringi implementasi kebijakan tersebut dengan peningkatan sistem teknologi informasi perpajakan.

"Belum sampai ke situ (minta revisi). Saya kira respons yang kita lihat di masyarakat sangat psikologis karena ada kekhawatiran yang tidak perlu. Tapi sambil edukasi dan sosialisasi, DJP harus mendorong kesiapan infrastrukturnya karena menyangkut data yang sangat besar. Kalau IT tidak mendukung, maka akan sulit dan percuma,"‎ harap Muliaman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya