Dilema Prajurit TNI Berjaga di Zona Merah Gunung Sinabung

Anggota TNI yang tak mau disebut namanya itu mengaku lebih baik diterjunkan ke daerah konflik, dibandingkan ke zona merah Gunung Sinabung.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 24 Mei 2016, 18:51 WIB
Dilema TNI berjaga di gunung Sinabung

Liputan6.com, Deli Serdang - Erupsi Gunung Sinabung tak hanya memberikan duka pada warga sekitarnya. Anggota TNI yang menjaga zona merah Gunung Sinabung pun kerap dilanda dilema dan waswas.

Mereka bingung apa yang harus diperbuat kepada warga yang nekat masuk ke zona merah. Padahal, daerah itu sangat berbahaya karena erupsi dan awan panas bisa saja tiba-tiba terjadi seperti beberapa waktu lalu.

"Saya bingung, daerah itu membahayakan nyawa mereka. Sudah saya larang, tapi mereka nekat. Malam-malam suka menjebol palang pintu. Kalau nanti saya tindak tegas. Nanti dibilang TNI pukul pengungsi. Gimana ini?" kata salah seorang anggota TNI yang berjaga di zona merah, Senin, 23 Mei 2016.

Rata-rata warga yang berada di zona merah itu tak mau meninggalkan tempat tinggalnya. Kalau pun bersedia tinggal di pengungsian, mereka juga kerap kembali ke rumah mereka untuk mengurus perkebunan yang sudah terkubur abu.

Hingga saat ini, masih ada sekitar 20 orang yang tetap tinggal di kawasan zona merah itu. Jumlah itu lebih banyak ketika belum terjadi guguran awan panas yang menelan tujuh korban jiwa.

Kawasan zona merah itu, kata dia, sangat berbahaya. Apalagi, Sinabung adalah gunung yang sulit diprediksi. "Dari dulu sulit diprediksi. Dulu diprediksi besar tapi ternyata nggak ada erupsi," ujar anggota TNI yang sudah berjaga di zona merah selama 5 tahun itu.

Namun, ujar dia, ada semacam pola yang terjadi jika Gunung itu mulai bergolak. Setiap pukul 14.00 - 17.00 WIB, Sinabung selalu erupsi dengan skala kecil.

Menurut dia, Gunung Sinabung itu seperti perempuan. Ada kebiasaan jika pejabat yang melihat, Sinabung selalu menutup puncaknya dengan asap. Padahal jika puncak itu dilihat dari zona merah, terlihat jelas lahar dingin yang siap tumpah kapan pun.

"Dari dulu dari Pak SBY, lalu Pak Jokowi pasti ditutup puncaknya. Kalau sudah menutup begini pasti hujan dan sebentar lagi erupsi," ujar pria berbadan tegap itu.

Tak hanya pejabat lelaki, hal serupa juga terjadi saat Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mendatangi zona merah. Namun, lelehan lahar dingin masih terlihat jelas di lereng-lereng gunung yang siap menjalar ke desa-desa di bawahnya.

Anggota TNI itu pun berujar bahwa dengan menjadi penjaga zona merah Sinabung, setiap saat nyawanya bisa terancam. "Lebih baik saya ke Aceh atau ke Poso. Yang dihadapi lebih jelas, dari pada menghadapi alam. Kita tidak tahu kapan awan panas itu sampai ke sini," ujar dia.

Sementara, Menteri Khofifah mengatakan saat ini pemerintah tengah memasang alarm early warning system. "Kalau pemasangan selesai diharapkan masyarakat akan mendapatkan sinyal jika ada gerakan vulkanologi dari Gunung Sinabung," ujar Khofifah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya