Barometer Pekan Ini: Ketika Anak-anak Berbuat Jahat

Menurut Erlinda, anak-anak pelaku kejahatan adalah korban dari lingkungan yang buruk.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Mei 2016, 18:17 WIB
Menurut Erlinda, anak-anak pelaku kejahatan adalah korban dari lingkungan yang buruk.

Liputan6.com, Tangerang - Sakit hati membuat tiga pria gelap mata dan bertindak di luar batas kemanusiaan. Mereka tega mencabuli dan membunuh EP, gadis berusia 19 tahun, dengan cara yang sangat keji.

Tindakan yang menyebabkan korban akhirnya tewas, tidak kuasa digambarkan karena terlalu sadis untuk dikisahkan. Ironisnya, satu dari ketiga pelaku kekejaman itu baru berusia 16 tahun dan masih duduk di bangku SMP.

Terungkapnya kasus ini berawal ketika teman-teman EP yang bekerja di sebuah pabrik di Desa Jatimulya, Tangerang, Banten, pulang kerja dan mendapati kamar korban digembok pada Jumat pekan lalu. Setelah gembok dibongkar, mereka mendapati EP yang baru tiga bulan bekerja di perusahaan itu sudah tak bernyawa di dalam kamar.

Ayah dan ibu EP tidak mengerti mengapa anak mereka dibunuh dengan cara yang begitu keji. Anak ke-4 dari tujuh bersaudara itu merupakan anak yang ramah dan tidak pernah punya masalah.

Usai diautopsi, keluarga membawa jenazah EP dari RSUD Tangerang ke kampung halaman di Lebakwangi, Serang, Banten, untuk dimakamkan.

Polisi bergerak cepat menyelidiki kasus ini dengan melakukan olah TKP. Darah yang tertinggal pada sebuah garpu, meski sudah dicuci bersih menjadi petunjuk. Sidik jari juga banyak ditemukan di lokasi kejadian.

Dalam waktu kurang dari 24 jam polisi berhasil menangkap RAL, kekasih korban yang masih duduk di bangku SMP. Saat ditangkap telepon genggam EP ditemukan di saku celana tersangka. Dari keterangan RAL, polisi menangkap dua tersangka lain, Imam Harpiadi dan Rahmat Arifin alias Arif.

Tindakan keji itu berawal ketika pada Kamis menjelang tengah malam, tersangka RAL bertemu korban di kamar mes-nya. Korban baru mengenal tersangka selama satu bulan dan intens berkomunikasi melalui SMS.

Tersangka dan korban pun bertemu, di tengah hujan yang mengguyur Kampung Dadap. Saat tersangka meminta lebih jauh, korban menolak karena takut hamil. Hal ini membuat tersangka kesal dan pergi keluar kamar. Di luar, RAL bertemu dengan tersangka Arif dan Imam.

Di dalam kamar mereka mendapati korban tengah tidur. RAL kemudian diminta untuk mencari pisau, tapi kembali dengan membawa cangkul. Petaka itu pun terjadi, korban dianiaya, dicabuli dan dibunuh.

Sebelum meninggalkan korban, tersangka RAL mengambil telepon genggam EP. Sementara, tersangka Arif mengunci kamar korban dengan gembok dari luar.

Belakangan terungkap tersangka Arif dan Imam juga menyimpan dendam pada korban. Arif pernah ditolak cintanya. Sementara, Imam, juga menyukai korban tapi tak pernah ditanggapi oleh korban.

Sementara di Bengkulu, satu setengah bulan lamanya J yang masih berusia 13 tahun bersembunyi di kawasan hutan. Hal itu dilakukan setelah ia terlibat dalam pembunuhan dan pencabulan YY, bersama 13 tersangka lainnya.

Kejahatan yang dilakukan terhadap YY sungguh keji. Korban dicabuli beramai-ramai lalu dibunuh.

Di Surabaya, Jawa Timur, delapan remaja memerkosa remaja 13 tahun. Mereka duduk di bangku SMP, bahkan ada yang masih di bangku sekolah dasar. Mereka mengaku terdorong melakukan tindakan asusila karena sering melihat video porno di warnet.

Orangtua berperan besar untuk mencegah anak terjerumus dalam tindak kejahatan. Mencegah anak terpapar lingkungan sosial yang buruk seperti pornografi dan minuman keras.

Menurut Komisioner KPAI, Erlinda, anak-anak pelaku kejahatan sesungguhnya juga adalah korban dari lingkungan yang buruk. Karenanya, mereka harus mendapat kesempatan untuk mendapat rehabilitasi.

Bagaimana anak-anak dapat berbuat kejahatan yang begitu sadisnya? Saksikan selengkapnya dalam Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (21/5/2016) berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya