Jurus Menaker Dorong Daya Saing Indonesia dalam Hadapi MEA

Industri dan tenaga kerja Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain di kawasan Asia tenggara.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Apr 2016, 21:30 WIB
Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/11). Rapat tersebut membahas isu-isu terkait permasalahan tenaga kerja di Indonesia.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah masuk dalam era pasar bebas ASEAN sejak akhir 2015 lalu. Oleh sebab itu, industri dan tenaga kerja Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain di kawasan Asia tenggara.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri ‎ mengaku, untuk mendorong industri dan tenaga kerja Indonesia secara bersamaan memiliki tantangan tersendiri. Alasannya, kemajuan industri biasanya identik dengan pengembangan berteknologi tinggi. kemajuan teknologi tinggi tersebut dibarengi dengan efisiensi penggunaan tenaga kerja.  

"Itu menjadi tantangan industrinya, ketika kompetitif penyerapan tenaga kerja lebih rendah karena efisien," kata dia di Jakarta, Senin (18/4/2016).

Sementara, biasanya industri padat karya memiliki daya saing rendah. Dia mengatakan, karena menyerap banyak tenaga kerja rentan pada masalah upah. "Cuma dia manfaatnya banyak, karena menyerap tenaga kerja besar," ujar dia.

Untuk menghadapi masalah tersebut, pemerintah melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Dia bilang, akan memilah sektor industri mana yang akan digenjot untuk padat karya dan sektor tertentu akan dikembangkan sehingga bisa mengadaptasi berteknologi tinggi.

Dia mencontohkan, untuk industri akan mendorong industri kreatif. "Kami ketika koordinasi kementerian terkait kami selalu ada terobosan ke padat kerja, tapi juga ada sektor digenjot untu‎k pertumbuhan industri misal industri kreatif e-commerce," tandas dia.

Sebelumnya pada akhir tahun lalu, Menteri Perindustrian Saleh Husin juga akan mendorong masyarakat terutama generasi muda untuk melihat MEA sebagai peluang dan momentum untuk memacu diri.

"Untuk MEA, Indonesia berpeluang meningkatkan diri sebagai negara pengekspor dan akses keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah," ujar Saleh. 

Dia menjelaskan, nilai ekspor industri Indonesia sampai Juli 2015 ke negara ASEAN dengan ditambah Jepang dan Tiongkok telah mencapai 46,75 persen. Sedangkan untuk negara lainnya mencapai 53,25 persen dari total ekspor.

Di sisi lain, pemberlauan MEA 2015 juga akan menjadi tantangan, mengingat penduduk Indonesia yang sangat besar. Hal ini tentunya akan menjadi tujuan pasar bagi produk-produk Negara ASEAN lainnya.

"Kita tidak menutup mata karena ini riil. Tapi ingat, kita perlu menggunakan sudut pandang yang luas dan timbal balik. Artinya, MEA memang membuka pintu bagi mengalirnya produk Thailand, Malaysia, Vietnam ke Indonesia, tapi produk kita juga sama-sama leluasanya dipasarkan ke sana," lanjutnya.

Meski demikian, dengan berlakunya MEA, para pelaku industri kreatif berpeluang mendulang keuntungan dari makin terbukanya pasar ASEAN. Apalagi generasi muda di dalam negeri terkenal dengan kreativitas dan kemampuan menciptakan produk-produk baru berbasis budaya lokal.

"Penguasaan teknologi informasi juga menjadi peluang berusaha dan berkarier saat ini. Siapa yang punya passion di teknologi informasi saat ini? Ya generasi muda termasuk mahasiswa-mahasiswa," kata Saleh. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya