Mengenal Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

oleh Liputan6 diperbarui 24 Mar 2016, 10:30 WIB
Pneumonia atau radang paru-paru disebut sebagai pembunuh anak terbesar yang terlupakan.

Liputan6.com, Jakarta Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia, setelah HIV sehingga harus ditangani dengan serius. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, kasus TB di Indonesia mencapai 1.000.000 kasus dan jumlah kematian akibat TB diperkirakan 110.000 kasus setiap tahunnya.

Penyakit TB disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara, dari satu orang ke orang lainnya, biasanya melalui percikan dahak seseorang yang telah mengidap TB. Ketika bakteri TB masuk ke dalam tubuh, maka bakteri tersebut bersifat tidak aktif untuk beberapa waktu, sebelum kemudian menyebabkan gejala-gejala TB.

Bakteri tersebut akan menyerang paru-paru dan menyebabkan penderita mengalami batuk berdahak secara terus menerus, biasanya selama lebih dari tiga minggu. Bahkan kadang-kadang, pengidap TB juga akan mengalami batuk berdarah. Pengidap TB juga akan cenderung cepat merasa lelah, kehilangan nafsu makan, berkeringat di malam hari, dan mengalami demam tinggi.

 

Faktor tertentu juga akan meningkatkan risiko seseorang terkena TB. Berikut adalah sejumlah faktor risiko yang perlu diperhatikan:

Sistem imun yang lemah, dapat menyebabkan seseorang dengan mudah terkena bakteri TB. Penyakit seperti HIV/AIDS, diabetes, kanker, dan penyakit ginjal akan membuat bakteri TB dengan mudah menyerang tubuh.

Lingkungan tinggal atau kerja
Kontak secara terus menerus dengan pengidap TB akan meningkatkan peluang seseorang terkena TB. Jika Anda mengetahui ada pengidap TB di lingkungan sekitar, kenakanlah masker dan cuci tangan sesering mungkin. Orang-orang yang bekerja di rumah sakit, rumah perawatan, atau panti jompo cenderung tertular TB karena kurangnya ventilasi, sehingga bakteri dengan mudah menular melalui udara.

Kemiskinan dan penggunaan zat berbahaya
Jika seseorang tinggal di daerah terpencil dan padat penduduk, maka ia akan dengan mudah terserang TB karena kurangnya ruang atau udara bersih. Kemiskinan juga identik dengan kurangnya akses terhadap perawatan medis, sehingga akan sulit untuk mendiagnosa dan mengobati TB. Penyalahgunaan zat berbahaya dalam jangka panjang seperti alkohol atau narkoba juga akan melemahkan sistem kekebalan tubuh dan membuat orang rentan terkena TB.

Perjalanan dari/ke negara dengan tingkat TBC tinggi. Risiko terkena TB akan lebih tinggi pada orang-orang yang tinggal di atau melakukan perjalanan ke negara-negara yang memiliki tingkat tuberkulosis yang tinggi, seperti Afrika, India, Cina, Meksiko, dan pulau-pulau di Asia Tenggara.

Kementrian Kesehatan, melalui Program Nasional Pengendalian TB bersama dengan WHO bekerja sama untuk mengendalikan TB dengan menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang terdiri dari lima komponen, yaitu

1. Komitmen pemerintah untuk mendukung pengawasan tuberkulosis,
2. Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik sputum. Biasanya dilakukan pada orang-orang yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan paru-paru dan pernapasan,
3. Melakukan pengobatan standar selama 6-8 bulan untuk semua kasus dengan pemeriksaan sputum positif, kemudian dilakukan pengawasan pengobatan secara langsung,
4. Penyediaan obat-obatan anti tuberkulosis secara teratur, menyeluruh, dan tepat waktu.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baik, sehingga memudahkan penilaian terhadap hasil pengobatan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Selain itu pemerintah juga mencanangkan Gerakan Temukan TB Obati, Sampai Sembuh (TOSS). Dengan #TOSSTB diharapkan dapat menggerakkan masyarakat, dimulai dari dalam keluarga untuk aktif terlibat dalam mendorong dan memberikan dukungan orang di sekitarnya yang memiliki gejala TB untuk datang memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat, menjadi Pengawas Menelan Obat bagi mereka yang membutuhkan dan sebagainya.

Gerakan #TOSSTB juga mendorong petugas kesehatan, layanan kesehatan memberikan layanan berkualitas sesuai standar dan juga mengajak semua pihak untuk secara bersama ambil bagian dalam upaya pencegahan dan pengendalian TB.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya