Persaingan Global Tuntut Birokrasi Dinamis

The Worlwide Governance Indicators menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia masih sangat rendah.

oleh Liputan6 diperbarui 08 Mar 2016, 15:24 WIB
The Worlwide Governance Indicators menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia masih sangat rendah.

Liputan6.com, Jakarta Masih buruknya peringkat Indonesia, baik secara global maupun di lingkup negara-negara ASEAN disebabkan oleh berbagai faktor. Namun korupsi dan inefisiensi birokrasi pemerintahan menjadi kendala utama pencapaian tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi mengatakan, era persaingan global menuntut adanya birokrasi pemerintahan yang dinamis. “Tetapi dari beberapa laporan kinerja pemerintahan, kita masih jauh tertinggal dengan negara tetangga,” ujarnya dalam Rakor Pendayagnaan Aparatur Negara Tingkat Pemerintah Provinsi di Jakarta, Selasa (08/03).

Disebutkan, The Global Competitiveness Report 2015-2016 (World Economic Forum) menempatkan daya saing Indonesia di peringkat ke-37 dari 140 negara. Selain itu, The Worlwide Governance Indicators menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) di tahun 2014 masih sangat rendah, yaitu dengan nilai indeks – 0,01dan berada di peringkat ke-85.

Ditambahkan, laporan Peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) Tahun 2016 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-109 dengan skor 58,12 (dari skor maksimal 100 pada 189 negara/teritori). Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau The Corruption Perceptions Index dari Transparency International juga masih rendah. “Walaupun terdapat kenaikan dari 34 pada tahun 2014 menjadi 36 pada tahun 2015, namun peringkat kita masih berada di urutan ke-88 dari 168 negara/teritori yang disurvei,” ujar Menteri.

Untuk mewujudkan pemerintahan dinamis (dynamic governance), Menteri yang juga Guru Besar FISIP Universitas Nasional Jakarta ini menekankan perlunya menerapkan birokrasi berbasis kinerja (performance based bureaucracy). Hal itu ditandai, penyelenggaraan pemerintahan berorientasi pada prinsip efektif, efisien dan ekonomis. Kinerja pemerintah difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcomes (hasil).

Seluruh instansi pemerintah menerapkan manajemen kinerja yang didukung dengan penerapan sistem berbasis elektronik untuk memudahkan pengelolaan data kinerja. “Setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya hingga pada organisasi secara keseluruhan,” ujar Yuddy.

Untuk menuju ke sana, menurut Yuddy, jajaran birokrasi harus mampu berpikir selangkah ke depan (thinking ahead). Hal itu sebagai tindakan antisipatif, tidak hanya terhadap ancaman-ancaman potensial, namun juga terhadap potensi-potensi baru yang tersedia melalui produk-produk kebijakan yang menjamin masyarakatnya mampu beradaptasi terhadap hal tersebut.

Selain itu, aparatur birokrasi perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan dan program yang sudah berjalan (thinking again). Hal ini diperlukan untuk mengetahui efektifitas dan relevansinya terhadap perubahan dan goncangan yang muncul di era yang super cepat ini.

Terakhir, aparatur birokrasi dituntut untuk mampu melakukan inovasi dan belajar dengan cepat untuk menjawab tantangan-tantangan baru dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Pemerintah harus mampu berpikir secara holistic dan lintas sektor (thinking across), serta mampu menyeberangi batas-batas pemikiran tradisional (out of the box) untuk menghasilkan ide-ide baru dan kebijakan-kebijakan yang lebih praktis dan operasional.

Arahan Presiden Joko Widodo untuk ASN

  1. Lakukan sinergi melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang baik secara internal maupun eksternal antar instansi. Hal ini berarti kita harus menghilangkan ego sektoral maupun instansional;

  2. Bangun mentalitas baru yang positif, yang berintegritas, yang memiliki etos kerja, dan yang berjiwa gotong royong. Bongkar pola pikir dan mentalitas-mentalitas lama yang negatif. Jadikan revolusi mental sebagai gerakan bersama seluruh ASN, bukan sebatas program atau proyek yang digerakkan oleh anggaran;

  3. Setiap pelaksanaan program dan kegiatan harus berorientasi pada hasil. Oleh sebab itu setiap program dan kegiatan harus fokus berdasarkan prioritas dan target yang jelas dan terukur. Penggunaan kata-kata bersayap pada berbagai program/kegiatan seperti: penguatan, pengembangan, pemberdayaan harus diubah dengan menyebutkan langsung keperluannya. Rencana Kerja Pemerintah pada tahun 2017harus benar-benar dirancang pada program-program yang sangat spesifik, diprioritaskan dan memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat;

  4. Pengendalian melalui alokasi anggaran pada setiap instansi pemerintah harus didasarkan pada pertimbangan program dan kegiatan prioritas (money follow program), bukan lagi didasarkan pada bagi rata atas fungsi-fungsi yang ada (money follow function);

  5. Persiapkan diri menuju birokrasi yang dinamis, inovatif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Pangkas semua kerumitan birokrasi serta pastikan masyarakat mendapatkan pelayanan terbaik dengan kualitas tinggi dan waktu yang cepat;

  6. Jaga netralitas ASN dalam berbagai pesta demokrasi, khususnya Pemilu Kepala Daerah, ASN harus fokus pada tugas dan fungsinya, sehingga dapat memberikan pelayanan publik terbaik kepada rakyat tanpa ada diskriminasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya