Ngeri-ngeri Sedap Menuruni Kelok 44 Rute Bukittinggi - Maninjau

Melintas jalur utama rute Bukittinggi – Maninjau, kita akan bertemu jalan menurun dengan banyak kelokan tajam. Itulah kelok 44

oleh Retno Wulandari diperbarui 04 Mar 2016, 19:30 WIB
Melintas jalur utama rute Bukittinggi – Maninjau, kita akan bertemu jalan menurun dengan banyak kelokan tajam. Itulah kelok 44

Liputan6.com, Jakarta Kupejamkan kedua mataku, kala rasa pening mulai menjalar dari tengkuk hingga kepala, semakin lama semakin berat. Perut turut bergolak, isi lambung pun terasa seperti diaduk-aduk. Beruntung aku bisa bertahan, sehingga isi perut tak sampai keluar. Beginilah yang saya rasakan saat bus yang membawa saya dan rombongan mulai melintasi jalan menurun berkelok-kelok. Mulai dari kelokan pertama hingga kelok kelok berikutnya.

Melintas jalur utama rute Bukittinggi – Maninjau, kita akan bertemu jalan menurun dengan banyak kelokan tajam. Jalan melingkar berkelok ini tepatnya berada di kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jumlah keloknya tak hanya satu, melainkan empat puluh empat. Jalan ini dikenal dengan nama Kelok 44.

Sesuai namanya, pada masing-masing kelok/tikungan diberi nomor berurut 1-44. Jika Anda dari arah Bukittinggi, maka akan diajak belajar berhitung mundur dari angka terbanyak 44 sampai dengan angka 1.

Perjalanan menjadi semakin menarik saat bus berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan tepat di tikungan. Tak hanya pusing, mual atau muntah saja tapi keringat sebesar biji jagung akan langsung mengucur karena merasakan ngeri. Di sisi jalan terlihat jurang menganga, siap menampung apa pun yang jatuh dari jalan raya.

Meski ngeri, rute ini selalu dipilih oleh para pelancong seperti saya, yang selalu penasaran dengan hal-hal yang menantang. Saya katakan menantang karena sepanjang 10 kilometer Anda akan menemukan tikungan sebanyak 44 yang semua kelokannya patah. Melingkari lereng perbukitan dengan ketinggian mencapai lebih dari 1500 mdpl, pun jalan sempit hanya muat dua kendaraan saja. Berkendara di jalan ini sudah dipastikan akan sangat menantang dan memacu adrenalin.

2 dari 3 halaman

Lintasan balap sepeda kelas dunia

Lintasan balap sepeda kelas dunia
Kerena medan yang sulit dan menantang inilah kelok 44 justru dicintai oleh penggemar olah raga sepeda dunia. Setiap tahun Kelok 44 selalu menjadi lintasan favorit dalam pertandingan balap sepeda kelas dunia yang dikenal dengan nama Tour de Singkarak. Tim balap sepeda dari lebih 35 negara diseluruh belahan dunia hadir, untuk menaklukan kelok demi kelok di Sumatera Barat ini.

Tak hanya saya dan pecinta balap sepeda saja yang tertantang untuk melintasi Kelok 44. Anda pecinta fotografi pun akan dibuat ‘blingsatan’ jika melintasi jalan ini dan memandangi pemandangan sekitar. Panorama alam yang tersaji membuat para fotografer tak akan kehabisan angle.

Sumatera Barat memang dikenal memiliki keindahan alamnya yang cantik, Kelok 44 salah satunya. Bentang panorama alam Danau Maninjau yang dipagari oleh perbukitan Bukit Barisan yang kokoh menjulang tersaji di sepanjang lintasan Kelok 44. Dari atas perbukitan kita dapat saksikan Air Danau Maninjau yang berwarna biru berkilauan akibat pantulan sinar matahari.

Pagar hijau Bukit Barisan mengelilingi danau serta hamparan sawah menghijau dan menguning berlapis di tepian danau. Pemandangan ini mampu membius siapa pun termasuk saya. Rasa pusing, mual, dan ngeri yang saya rasakan sejak berada dikelokan pertama tiba-tiba lenyap seketika kala kelokan demi kelokan saya lalui. Lukisan alam karya Sang Ilahi tersaji indah di depan mata saya.

Inilah yang membedakan Kelok 44 dengan jalan berkelok yang terdapat di banyak wilayah di Indonesia. Pelancong seperti saya, pernah beberapa kali melewati jalanan ekstrem serupa Kelok 44. Rute Labuan Bajo – Ruteng (Flores), dan Maumere – Ende (Flores) adalah rute yang menurut saya memiliki kontur jalanan berkelok, tanjakan dan turunan yang ekstrim, sama seperti Kelok 44. Bahkan jika saya sempat menghitung, jumlahnya pun kurang lebih sama. Namun yang membedakan adalah ketika saya melewati kedua rute ini saya menyerah, karena seluruh isi lambung saya dibuatnya keluar alias mabuk darat. Tidak demikian ketika saya melintas di Kelok 44, Sumatera Barat.

Kesimpulannya, meskipun jalan keloknya sangat ekstrem di kelok 44, saya bisa terbius lukisan alamnya nan indah. Sehingga perjalanan menjadi tak membosankan, dan mampu mengalihkan rasa pusing, dan mual. Berbeda ketika saya melintas di kedua rute yang ada di Flores Nusa Tenggara Timur tersebut.

Pemandangan yang tersaji ketika melintas di Labuan Bajo – Ruteng, dan Maumere – Ende hanyalah bukit tandus dan kering, serta jurang yang menganga yang ditumbuhi beberapa tanaman seperti kelapa, kopi, dan karet. Karena kurang menarik akhirnya saya memilih untuk tidur. Tetapi yang terjadi justru perut seperti diaduk-aduk.

3 dari 3 halaman

Kode khusus saat melintas Kelok 44

Kode khusus saat melintas Kelok 44
Kelok ampek puluh ampek, demikianlah orang Minang biasa menyebutnya merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Bukittinggi dan Kota Agam. Meskipun banyak alternatif jalan untuk menuju ke Danau Maninjau, namun rute penuh kelokan ini menjadi rute favorit para pelancong. Medan yang ekstrem tentu membutuhkan keahlian berkendara yang mumpuni. Disamping itu diperlukan konsentrasi yang penuh.

Rupanya tak hanya itu saja, menurut sopir bus yang mengantar kami, pengendara juga wajib mengikuti kode-kode khusus. Kode ini tidak berupa rambu-rambu lalu lintas melainkan etiket berkendara.

Ketika melintasi kelok demi kelok, kendaraan dari arah bawah (menanjak) akan mendapat prioritas melintasi tikungan. Sebaliknya, pengendara dari atas yang hendak turun harus berhenti dan memberi kesempatan mobil dari arah berlawanan naik. Hal ini untuk menghidari berpapasan tepat di tikungan. Karena akan sangat berbahaya, mengingat jalan yang sempit. Apabila dipaksakan bisa berakibat fatal, yakni terperosok ke jurang.

Biasanya kendaraan yang dari atas akan lebih dulu melihat kendaraan yang akan naik, itulah mengapa kendaraan yang dari atas harus mengalah. Kode-kode ini sudah sangat dipahami oleh sopir-sopir yang biasa melintas di Kelok 44, termasuk sopir bis yang mengantar kami. Ridwan namanya, asli Bukittinggi.

“Itu pasti sopirnya bukan orang Minang” jelas Ridwan, saat sebuah mobil di depan kami tak mau berhenti dan nekat berbelok, dan pada saat bersamaan sebuah bus dari arah berlawanan menanjak dan belok di tikungan yang sama. Akhirnya papasan di kelokan pun tak terhindari, yang memaksa kedua kendaraan berhenti tepat di tikungan. Akhinya kernek bus turun dan mengatur jalanan. Terlihat ekspresi ngeri di wajah para penumpang bus, saat bus mereka berhenti di posisi menanjak di tikungan tajam.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya