Soal Energi Terbarukan, RI Kalah Jauh dari Sri Lanka

Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih tersendat masalah regulasi, harga, teknologi, dan permasalahan lain.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Feb 2016, 11:01 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said mengikuti Rapat kerja dengan Komisi VII DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, (1/12). Rapat membahas Pengelolaan Anggaran TA 2015 dan TA 2016. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih tersendat masalah regulasi, harga, teknologi, dan permasalahan lain. Bahkan soal energi terbarukan, Indonesia tertinggal dari Sri Lanka yang telah mencapai kemajuan signifikan dalam pengembangan energi bersih.

"Kita malu dengan negara lain yang tidak punya sumber energi terbarukan sebesar Indonesia, tapi semangatnya luar biasa untuk mengembangkan energi ini," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said dalam acara Bali Clean Energy Forum, Bali, Jumat (12/2/2016).

Sri Lanka, katanya, merupakan sebuah negara kecil yang mempunyai kegigihan besar membangun dan mengembangkan energi terbarukan. Menurut Sudirman, Sri Lanka sukses mengaliri listrik ke pulau-pulau terpencil. "Porsi penggunaan energi terbarukan di Sri Lanka sudah 50 persen. Kita ingin belajar dan bekerja bersama," ucap Sudirman.

Salah satu upaya Indonesia, sambungnya, memacu penyerapan biodiesel 20 persen (campuran Solar dan minyak sawit). Alasannya Republik ini memiliki potensi besar dengan produk minyak kelapa sawit untuk dicampur ke bahan bakar minyak (BBM).

"Penggunaan biodiesel 20 jadi milestone Indonesia karena potensi besar, petani diuntungkan dengan harga CPO naik 50 persen dan diperkirakan harga jual naik lagi. Tapi kita perlu menjaganya supaya harga tidak loncat dan petani makin produktif," pungkas Sudirman.

Indonesia secara bertahap mulai mengembangkan energi baru terbarukan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan membentuk badan usaha yang menangani listrik energi baru terbarukan (EBT). Untuk melancarkan pembentukan badan usaha tersebut, pemerintah sedang menggarap Peraturan Presiden (Perpres). 

Anggota Unit Percepatan Pembangunan Pengendalian Ketenagalistrikan Nasional (UPK3N) Agung Wicaksono mengatakan, ‎dalam Peraturan Presiden tersebut menyebutkan pemerintah wajib mengutamakan energi terbarukan dalam pembangunan listrik.

Kemudian didukung dengan membentuk badan usaha listrik energi terbarukan dan menyiapkan subsidinya. ‎Jika sudah terbentuk, listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar EBT akan dibeli oleh badan usaha tersebut.

Saat ini Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan persiapan untuk menentukan bentuk badan usaha tersebut, pilihannya adalah menjadi anak usaha PT PLN (Persero)‎ atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terpisah.

"Ke anak PLN, anak perusahaan PLN atau BUMN tertentu untuk energi terbarukan, itu yang sedang disiapkan, karena nanti di poin perpres tentang kelistrikan ini disebut bentuk BUMN untuk energi terbarukan," kata Agung.

Pembentukan badan usaha baru tersebut untuk meningkatkan fokus PLN dalam menjalankan bisnis dan meningkatkan pengembangan energi baru ‎terbarukan. "Ini pertimbangannya beda, kalau PLN mau jadi sekelas dunia memang hal spesifik seperti itu peran negara," ujar dia.

Agung mengungkapkan, saat ini Peraturan Presiden yang mengatur badan usaha tersebut sedang sudah di tangan Presiden Joko Widodo, sedang menanti penomoran untuk diterbitkan. (Fik/Gdn)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya