Urai Macet, Ini Transportasi Massal Impian Wali Kota Bandung

Sama seperti Jakarta, sebagai kota besar Bandung juga memiliki permasalahan kepadatan kendaraan di jalan.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Nov 2015, 18:46 WIB
Menko Kemaritiman, Rizal Ramli berbincang dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil saat rapat di Jakarta, Selasa (24/11). Rapat membahas pembuatan tol dalam Kota Bandung untuk mengurangi kemacetan di kota tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Demi mengatasi kemacetan yang semakin parah, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berencana membangun transportasi massal yang akan berputar mengelilingi wilayahnya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, sama seperti Jakarta, sebagai kota besar Bandung juga memiliki permasalahan kepadatan kendaraan di jalan. Hal ini bahkan diperparah saat musim liburan tiba, di mana Bandung menjadi salah satu tujuan wisata favorit warga Ibu Kota.

"Bandung itu seperti Jakarta, punya tekanan metropolitan yang luar biasa dengan penduduk 2,5 juta jiwa dan ekstra 6 juta turis setiap tahun. Jadi kalau naik mobil itu menyebabkan kemacetan yang membuat perlambatan ekonomi juga," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Melihat hal tersebut, pria yang akrab disapa Kang Emil ini menilai Bandung perlu melakukan perbaikan infrastruktur. Namun bukan dengan pelebaran jalan. Pasalnya jalan yang ada di Bandung saat ini sudah tidak bisa diperlebar lagi.

"Oleh karena itu, dua kondisi harus dilahirkan, pertama memperbaiki infra jalan yang dari zaman Belanda pas-pasan. Jadi jalannya belok-belok dan kecil-kecil, mau dilebarkan juga repot. Sehingga kombinasi inovasi ini harus diwujudkan antara perbaikan jalan dengan juga transportasi publik berbasis rel," lanjutnya.

Emil mengaku telah memiliki program untuk membangun transportasi massal, yaitu metro kapsul dan cable car. Namun untuk merealisasikan rencana itu masih banyak menemui kendala, salah satunya terkait biaya.

"Saya mewakili aspirasi kepala daerah, itu semua mahal-mahal. Untuk cable car itu Rp 100 miliar per km, kalau dikali 20 km sudah Rp 20 triliun. Karena itu kalau tidak dibantu APBN dan skema pembiayaan yang cepat dan pembangunan, maka mimpi ini nggak pernah jalan," kata dia.

Emil mencontohkan, Kota Surabaya juga sebenarnya memiliki program serupa namun hingga saat ini belum bisa berjalan karena tidak adanya dukungan biaya. Sementara, pemerintah kota juga harus berpacu dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat.


"Surabaya nggak jadi-jadi, karena tanpa dukungan APBN. Jadi negara harus turun. Kalau tidak, kotanya makin stres dan ekonomi melambat karena rumus matematika sederhana, ada kelancaran koneksi ekonomi juga meningkat," jelasnya.

Begitu pula dengan program pembangunan metro kapsul. Emil menyatakan pihaknya telah membuat rancangan dari moda transportasi yang sebenarnya digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) Ini. Namun hingga saat ini pembangunannya pun tidak juga dimulai.

"Transportasi publik itu nanti 40 km, mengelilingi Bandung. Pilihannya bisa LRT atau monorel. Tapi itu kan mahal. Kita ada pilihan metro kapsul, seperti monorel tapi satu-satu. Itu rekomendasi Pak Jokowi kepada kami, bikinan anak Indonesia," tuturnya.

Emil berharap, pemerintah pusat bisa turun tangan membantu pemerintah kota Bandung merealisasikan hal ini. Nantinya moda transportasi massal ini akan terkoneksi dengan kereta cepat Jakarta-Bandung sehingga dapat mengurangi kemacetan di dalam kota.

"Skenario idealnya kan di 2019 itu orang Jakarta ke Bandung naik kereta lebih cepat, cuma 30 menit. Nah turun dari kereta cepat pakai metro kapsul," tandasnya.(Dny/Nrm)*

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya