Tes Kerja Bukan Jaminan untuk Hasilkan Karyawan Terbaik

Menurut penelitian terbaru, perekrutan karyawan dengan cara tes yang lazim digunakan.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 11 Okt 2015, 07:20 WIB
Ini dia perbedaan antara karyawan dan pengusaha dalam meraih kesuksesan.

Liputan6.com, Jakarta - Perekrutan karyawan dengan cara tes yang lazim digunakan, tidak selalu menghasilkan karyawan yang tepat untuk sebuah posisi. Hal itu berdasarkan penelitian terbaru dari University of Sydney Business School.

Tes yang lazim digunakan, umumnya mengukur "kapasitas kecerdasan". Namun tes tersebut gagal menilai kemampuan yang biasa disebut "realised intelligence" atau tingkat kecerdasan yang dicapai saat dihadapkan dengan berbagai tuntutan di dunia nyata.

Sebuah penelitian di University of Sydney Business School mencoba menggunakan pendekatan neuroscience untuk meningkatkan manajemen kerja.

"Calon pekerja yang mengikuti tes kecerdasan, biasanya tidak melakukan kegiatan multi-kerja, atau berurusan dengan tuntutan kognitif lain yang menguras kerja otak," kata Dr Stefan Volk, seperti dikutip dari laman Business Insider, Minggu (11/10/2015).

"Di sisi lain, karyawan yang dapat melakukan multi-kerja dengan bagus, dan kuat dalam menghadapi tuntutan kerja, seringkali bukan mereka yang memiliki nilai besar dalam tes tersebut," tambah Volk.

Volk juga mengatakan, perusahaan sering mempekerjakan orang-orang yang cerdas, tetapi mengabaikan mereka yang dapat melakukan kerja nyata yang lebih baik.

Dr Volk, William Becker, MK Ward, membuat artikel yang berjudul "Leveraging Neuroscience for Smarter Approaches to Workplace Intelligence" menganjurkan membuat definisi baru tentang kecerdasan.

Mereka ingin fokus pada kemampuan untuk mengenali masalah dan ingin mengukur kemampuan otak untuk mencari solusi. Di saat yang sama harus mengabaikan gangguan. (Ilh/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya