Ini Industri Untung dan Rugi Gara-gara Rupiah Tersungkur

Industri tekstil mendapatkan pelemahan dari nilai tukar rupiah tetapi tertekan soal upah buruh dan biaya produksi seperti listrik.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Agu 2015, 16:15 WIB
Sebuah penelitian menyebutkan industri otomotif global akan mengalami ekspansi besar-besaran kurun tujuh tahun ke depan.

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri/Kadin Indonesia menilai nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak pada sejumlah sektor industri di dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja, Benny Sutrisno mengatakan sektor industri yang terkena dampak paling parah dari pelemahan kurs rupiah yaitu otomotif. Lantaran industri ini masih banyak mengandalkan komponen impor. Sedangkan pasarnya paling besar berada di dalam negeri.

"Ada beberapa sektor, seperti otomotif. Komponennya masih impor tapi dijualnya di dalam negeri," ujar Benny di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Selain otomotif, industri elektronik di dalam negeri juga menjadi sektor paling terkena dampak paling parah dari pelemahan kurs rupiah ini.

"Selain itu, mungkin juga elektronik. Karena pasarnya juga di dalam negeri. Kalau otomotif, meski ada yang diekspor tapi mayoritas dalam negeri," lanjut dia.

Meski demikian, ada juga sektor industri yang mendapatkan untung dari pelemahan nilai tukar rupiah, seperti industri furnitur dan obat-obatan herbal. Lantaran, industri tersebut menyerap bahan baku lokal namun memiliki pasar ekspor.

"Yang paling beruntung yang ekspor tapi bahan bakunya dari dalam negeri. Seperti furnitur bahan bakunya dari dalam negeri. Kemudian obat-obatan herbal seperti Sido Muncul. Yang diuntungkan dari pelemahan ini juga industri padat karya," kata dia.

Sementara untuk industri tekstil dan garmen, meski untuk beberapa jenis bahan baku seperti kapas, masih bergantung pada impor, namun produk-produknya banyak juga diekspor ke negara lain.

"Kalau fluktuasi itu yang merugi importir karena dia pakai forex. Pasti rugi. Kalau bahan baku impor tapi dia (produknya) ekspor, itu impas," jelas Benny.

Meski demikian, industri tekstil dan garmen di dalam negeri juga bukan tanpa hambatan. Permasalahan yang dihadapi industri ini yaitu soal upah, tenaga kerja dan biaya energi.

"Industri ini cost-nya untuk dalam negeri, seperti listrik dalam rupiah, tenaga kerja juga dalam rupiah. Kalau garmen porsi tenaga kerjanya 20 persen dari biaya. Kalau tekstil, listrik yang paling besar porsinya, yaitu 19 persen dari biaya, tenaga kerja cuma 9 persen," ujar Benny. (Dny/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya