Pengusaha: Dwelling Time Jadi Lahan Basah Oknum Pejabat

Bongkar muat di pelabuhan Indonesia bisa memakan waktu paling cepat 4 hari

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 31 Jul 2015, 17:47 WIB
Sejumlah pekerja saat melintas diantara tumpukkan peti kemas di pelabuhan JICT, Jakarta Utara, Rabu (25/3/2015).Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Ditjen Daglu Kemendag), Partogi Pangaribuan sebagai tersangka menambah daftar panjang para pejabat pemerintah yang tersangkut kasus suap. Partogi tersandung suap lamanya waktu bongkar muat peti kemas (dwelling time) di pelabuhan.  

Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir dan Importir Buah dan Sayur Segar Indonesia (ASEIBSSI), Hendar Juwono mengapresiasi langkah Kepolisian yang berhasil menangkap oknum-oknum tersebut.

Pasalnya, dia menjelaskan, bongkar muat di pelabuhan Indonesia bisa memakan waktu paling cepat 4 hari. Kondisi ini menjadi celah bagi pejabat yang ingin memperkaya diri sendiri dengan perbuatan korupsi.

"Di pelabuhan Singapura, waktu bongkar muat peti kemas maksimal 2 hari dari kapal tiba. Sedangkan di Tanjung Priok paling cepat 4,5 hari dan 5,5 hari kerja di Tanjung Perak. Apalagi di Tanjung Perak, pejabat-pejabat tertentu hari kerjanya cuma Senin-solat Jumat," keluh dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (31/7/2015).

Menurut Hendar, lambannya dwelling time di Indonesia bisa menjadi ladang emas bagi petugas maupun pejabat terkait untuk melakukan korupsi. Si pengusaha pun mencari jalan pintas agar barang-barangnya di pelabuhan dapat keluar dengan cepat tanpa harus melalui prosedur panjang.

"Memang bisa dijadikan lahan basah tapi balik lagi tergantung dengan oknum di lapangan dan pribadi masing-masing pengusaha. Banyak pengusaha taat pada agama dan menolak KKN karena prinsipnya pengusaha hanya ingin menaati peraturan pemerintah pusat dan daerah," terang dia.   
 
Kata Hendar, dwelling time terjadi karena buruknya peraturan-peraturan pemerintah (PP) yang tumpang tindih dan sering berubah sehingga menyulitkan dunia usaha. Pelaksanaan peraturan pun tidak tegas, sehingga masih ada oknum bermain memanfaatkan kelemahan aturan ini.

"Kata-kata dalam aturan pemerintah banyak yang abu-abu, kurang tegas, ada juga PP peninggalan pemerintah lama yang konotasinya memperlambat lalu lintas ekspor impor supaya perusahaan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) tumbuh dan merugikan masyarakat," papar Hendar.

Sebelumnya, Dirjen Daglu Nonaktif Kemendag, Partogi Pangaribuan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam kasus dugaan suap proses dwelling time peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Penyidik menilai peningkatan status Partogi dari saksi menjadi tersangka layak dilakukan berdasarkan sinkronisasi alat bukti serta keterangan saksi.

"Penyidik menyimpulkan saudara PP (Partogi Pangaribuan) ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti yang sangat cukup. Yaitu keterangan saksi dan sinkroisasi dari alat bukti yang disita oleh penyidik Satgas Khusus Polda Metro Jaya," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya