Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai revisi Undang-Undang Pilkada dan UU Parpol yang akan dilakukan DPR hanya sebatas memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu. Sejatinya UU itu memiliki prinsip yang berlaku untuk umum.
"Kalau undang-undang dibuat untuk disahkan bagi kelompok tertentu. Ini salah," kata Refly dalam sebuah diskusi di Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (8/5/2015).
Ia menyayangkan keputusan Komisi II DPR yang tetap ngotot merevisi UU tersebut. Komisi itu dianggap tidak mengindahkan prinsip Pemilu yang mana sebelum Pilkada dilaksanakan, sejumlah aturan harus disiapkan terlebih dahulu.
"Seharusnya aturan itu terlebih dahulu disusun dan disiapkan, baru kemudian dijalankan. Kalau tidak, bisa kacau itu," ucap dia.
Pegang SK Menkumham
Refly juga meminta KPU harus tetap bepegang pada keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait kisruh dualisme parpol yang akan mendaftarkan diri calon kepala daerahnya di ajang Pilkada.
""Saya imbau konsentrasi KPU jangan diombang-ambing kepentingan politik yang ada. Kalau sudah diputuskan, KPU sudah berpegang teguh pada keputusan Menkumham. Enggak perlu tengok kiri kanan lagi," kata Refly.
KPU, lanjut dia, seharusnya lebih terkonsentrasi dalam menyelenggarakan Pilkada serentak akhir tahun ini. Sehingga tak ada masalah yang muncul pada penyelenggaran Pilkada serentak untuk pertama kalinya ini.
"Tantangan KPU itu menyelenggarakan pemilu yang berkualitas. Ketimbang KPU terombang-ambing, lebih baik KPU konsentrasi sebagai penyelenggara pemilu yang jujur dan adil," ucap Refly.
DPR sebelumnya akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Revisi itu menyusul tak diakomodirnya keinginan panitia kerja Komisi II oleh KPU terkait parpol yang sedang bersengketa, dalam hal ini Partai Golkar dan PPP, untuk ikut pilkada serentak.
UU Pilkada yang akan direvisi dalam hal ini Pasal 42 ayat 4,5, dan 6 yang mengatakan pendaftaran calon kepala daerah oleh parpol dan atau gabungan parpol harus mendapat rekomendasi pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Sedangkan UU Parpol yang akan direvisi adalah Pasal 32 terkait pengurus parpol harus terdaftar di Menkumham.
DPR berencana merevisi kedua UU tersebut pada masa sidang keempat, 18 Mei mendatang sebagai revisi UU terbatas. Revisi UU Parpol dan UU Pilkada itu diklaim DPR sebagai kompromi sistem ketatanegaraan Indonesia yang belum sempurna. (Ali)
Refly Harun: KPU Jangan Diombang-ambing Kepentingan Politik
Revisi UU Pilkada dan Parpol dinilai hanya sebatas memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu.
diperbarui 09 Mei 2015, 00:39 WIBRefly Harun saat menjadi pembicara pada bertajuk "Simalakama Jokowi" di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (14/2/2015). Banyak permasalahan yang dihadapi Jokowi dinilai para pengamat seperti buah simalakama. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 Energi & TambangHarga Minyak Dunia Merosot, Dipatok Segini Hari Ini
8 9 10
Berita Terbaru
Peran Wasit dalam Permainan Sepak Bola yang Wajib Diketahui, Simak Ketentuannya
PKS Buka Peluang Gabung Prabowo-Gibran
Kemenhub Harmonisasi Pemeriksaan dan Sertifikasi Kapal Berbendera Indonesia
6 Potret Selebgram Bro Jabro Meninggal di Usia Muda, Pernah Viral 'Mahasiswa Bersayap'
Garuda Muda Gagal ke Final Piala Asia U-23, Indonesia Hajar Thailand di Thomas Cup
Bukapalak Targetkan Pendapatan Tumbuh 20% Jadi Rp 5,1 Triliun di 2024
Investor Tarik Dana Besar-besaran dari ETF Bitcoin Spot, Ada Apa?
AS Bakal Larang Kehadiran Drone DJI, Apa Alasannya?
Canggih, Modus Penyelundupan Benih Lobster Indonesia ke Vietnam
Salah Satu Keuntungan dari Ruang Kantor Terbuka adalah Kolaborasi yang Lebih Baik
Kondisi Memilukan Manusia Sombong di Hari Kiamat, Na'udzubillah
Via Vallen Blak-blakan Soal Tudingan Banyak Duit Lupa Keluarga: Dari Tabungan Mulai Gendut, Aku Jatahin Semuanya Tiap Bulan