Harga Minyak Bisa Turun Lagi

Jika harga minyak stabil di level US$ 60 per barel, produksi minyak akan terus tumbuh dan membuat harganya berbalik turun.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 06 Mei 2015, 11:01 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, New York - Harga minyak kini terus naik hingga lebih dari US$ 60 per barel. Kenaikkan harga minyak ini dapat mendorong sejumlah industri perminyakan untuk melakukan pengeboran kembali pada sumur-sumur minyak yang ditutup saat harga minyak turun.

"Jika harga minyak stabil di atas US$ 60, saya yakin produksi minyak akan terus tumbuh pada semester kedua tahun ini. Lebih banyak perusahaan akan mengebor lebih banyak sumur," ujar analis energi senior di Oppenheimer Fadel Gheit seperti dikutip dari CNBC, Rabu (6/5/2015).

Pekan ini, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni berkutat di atas US$ 60 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2015. Kenaikkan tersebut memicu ekspektasi bahwa harga minyak akan semakin meningkat jika data pasokan minyak AS tak banyak berubah.

Harga minyak internasional naik menyusul aksi protes yang menghentikan aliran minyak ke pelabuhan Libya dan Arab Saudi meningkatkan harga jual resmi untuk minyak mentahnya ke Amerika Serikat dan Eropa. Minyak mentah jenis Brent menyentuh level di atas US$ 68 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember.

Ilustrasi Tambang Minyak 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Namun kenaikkan harga tersebut selalu dibarengi dengan peningkatan produksi minyak yang akan melonjak mulai dari sekarang.

"Kapanpun harga minyak naik, produksi juga akan ikut naik dan kondisi itu dapat menekan kenaikkan harga minyak. Begitulah yang akan terjadi, saat produksi naik, harga yang akan turun," kata Gheit.

Harga minyak ambruk lebih parah tahun ini setelah Organization of Petroleum Exporting Countries membiarkan pasar yang menentukan harga jual minyak pada November lalu. Arab Saudi dengan jelas menyatakan, pihaknya tak akan memangkas produksi minyaknya meskipun produsen meningkatkan pasokan.

Sejak saat itu, Arab Saudi terus meningkatkan produksinya hingga 10 juta barel atau lebih per hari, dan produksi minyak AS meningkat hingga 9,4 juta berl per hari. Tak ada perubahan kebijakan OPEC seperti yang diharapkan. (Sis/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya