Babak Baru Perpecahan Partai Golkar

Babak baru dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Pimpinan DPR terkait rotasi Fraksi Golkar di DPR.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 21 Apr 2015, 13:17 WIB
Ilustrasi Partai Golkar (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kisruh Partai Golkar masih berlanjut. Ibarat sebuah balada, apa yang terjadi di partai berlambang pohon beringin itu belum klimaks. Bahkan babak baru dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Pimpinan DPR terkait rotasi Fraksi Golkar di DPR.

Sekretaris Fraksi Golkar versi Munas Bali Bambang Soesatyo menilai SK bernomor 87/PIMP/III/2014-2015 tertanggal 16 April 2015 itu sudah tepat. Sebaliknya, Ketua DPP Golkar versi Munas Ancol Agun Gunanjar enggan mematuhinya.

‎"Rotasi anggota DPR di komisi-komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) sudah tepat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 dan Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 8 Ayat 5. Soal rotasi bagi anggota DPR seharusnya tidak dipolitisasi atau didramatisir seolah-olah perpindahan ke komisi lain tersebut akan membuat dunia kiamat," kata Bambang di Jakarta, Selasa (21/4/2015).

Sementara, Agun enggan mematuhi SK tersebut, karena kepengurusan yang diberi mandat untuk melakukan rotasi sudah kadaluarsa. SK rotasi itu dikeluarkan oleh kepengurusan hasil Munas Bali atau para pendukung Aburizal Bakrie. Mereka yang menolak pun berasal dari kepengurusan hasil Munas Ancol atau para pendukung Agung Laksono.

"Saya tidak akan pernah mau mematuhi SK lucu-lucuan, di mana DPP-nya baik Riau maupun Bali sudah habis kontraknya urus partai, kembali saja urus rumah asalnya‎," ujar Agun.

‎Politisi Golkar versi Munas Ancol Bowo Sidik Pangarso ‎menambahkan, SK yang diterbitkan Pimpinan DPR itu belum sah secara administrasi, sehingga tidak perlu dipatuhi.

"SK itu diterbitkan 16 April dan saya salah satunya yang dirotasi dari Komisi VII ke Komisi VIII. Secara administratif itu harus diterbitkan oleh Kesekjenan DPR dan bukan ‎oleh Pimpinan DPR," kata Bowo Sidik saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin 20 April lalu.

Bowo mengaku, SK rotasi tersebut juga dia pegang. Setelah ia bertemu loyalis Agung lainnya, ternyata SK tersebut hanya tembusan dari Pimpinan DPR kepada komisi-komisi dan belum dapat pengesahan dari Kesekjenan DPR.

"Jadi seharusnya Pimpinan DPR mengajukan SK itu ke Kesekjenan dan Kesekjenan menyetujui diteruskan ke Kesekretariatan Komisi-Komisi. Bukan Pimpinan DPR itu tembusan ke komisi-komisi. Secara administrasi, Pimpinan DPR di bawah Kesekjenan‎ Dewan karena mengatur anggaran setiap anggota DPR," papar Bowo. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya