Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data sebanyak 1.612 kecamatan dari hasil pemekaran atau penggabungan wilayah tidak mempunyai bangunan pasar. Sedangkan ratusan kecamatan tidak menyediakan puskesman atau puskesmas pembantu (pustu).
Kepala BPS, Suryamin menyatakan, pihaknya melakukan pendataan potensi desa (podes) dari 82.190 wilayah administrasi setingkat desa, meliputi 73.709 desa, 8.412 kelurahan dan 69 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Sebanyak 7.074 kecamatan dan 511 kabupaten atau kota.
"Sebanyak 1,65 persen atau 117 kecamatan tidak tersedia puskesmas atau puntu pada periode tahun lalu. Angka ini naik dibanding 2011 sebanyak 95 kecamatan. Ini disebabkan karena pemekaran atau penggabungan wilayah sepanjang 2011-2014," ucap Suryamin di Jakarta, Senin (16/2/2015).
Sementara itu, kata dia, sebanyak 1.495 kecamatan atau 21,13 persen tanpa fasilitas pasar dengan bangunan. Realisasi ini turun dibanding periode 2011 lalu sebanyak 1.504 kecamatan atau 22,21 persen.
"Pasar ini sangat penting, kalau tidak ada pasar, pedagang berjualan di daerah yang jauh, pembeli pun begitu sehingga bisa menyebabkan inflasi," papar Suryamin.
Dia berharap, pemerintahan Joko Widodo memaksimalkan penggunaan dana desa untuk pembangunan desa , seperti sekolah, akses jalan, listrik, pasar, puskesmas dan sebagainya.
"Jadi dana desa diberikan agar desa yang kena pemekaran atau dimekarkan bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat sekitar," pungkas Suryamin.
Untuk diketahui, BPS melaporkan, pada Januari 2015 ini terjadi deflasi sebesar 0,24 persen, di mana secara year on year mencapai 6,96 persen. Beda dari Desember Desember 2014 yang mengalami inflasi sebesar 2,46 persen.
Suryamin mengatakan, deflasi terjadi diakibatkan kelompok transportasi, komunikasi, jasa keuangan seiring penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), penurunan tarif angkutan dalam kota, penurunan tarif angkutan udara. "Jadi harga BBM turun beberapa kota turunkan tarif," jelas dia.
Untuk Kelompok bahan makanan meski terjadi inflasi 0,6 persen, tapi ada yang mengalami deflasi seperti buncis kacang panang, cabe rawit, cabai merah. "Tapi sementara beberapa masih inflasi," tambah dia.
Dia mengatakan, jika melihat sepanjang sejarah dari 1973, Indonesia hanya mengalami deflasi sekali pada januari 1973 sebesar 1,65 persen. Kemudian pada 2009 deflasi sebesar 0,07 persen dan tahun ini sebesar 0,24 persen. (Fik/Gdn)
Inflasi Bisa Tinggi karena 1.495 Kecamatan Tak Punya Pasar
"Kalau tidak ada pasar, pedagang berjualan di daerah yang jauh, pembeli pun begitu sehingga bisa menyebabkan inflasi," papar Suryamin.
diperbarui 16 Feb 2015, 18:37 WIB(Liputan6.com/Septian Deny)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Larangan Puasa di Hari Tasyrik, Ini 3 Amalan Utama yang dapat Dilakukan
Menengok Tradisi Tarung Kuda, Peninggalan Suku Muna Sulawesi Tenggara
Momen Viral Serombongan Turis Asing Ikut Duduk dan Menyimak Khotbah Salat Iduladha di Canggu Bali
Menikmati Daging Kurban Idul Adha Ala Santri di Sukabumi, Panggang Ribuan Tusuk Satai Sepanjang 100 Meter
Hasil Euro 2024 Portugal vs Republik Ceko: Ronaldo Mandeg, Gol Bintang Muda Porto Bawa Selecao Menang
Haram Hukumnya Mampu Menjadi Bupati Malah Pilih Jadi Ketua RT, Menurut Gus Baha
Rekomendasi Wisata Alternatif di Dieng, Tawarkan Pesona Alam Memesona
3 Pemain Timnas Inggris yang Harus Pindah Klub usai Euro 2024
Adidas Investigasi Skandal Dugaan Penggelapan Uang dan Suap di China
Teleskop James Webb Temukan 80 Supernova Purba
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Rabu 19 Juni 2024
PPATK Ungkap Modus Baru Judi Online, Kali Ini Gunakan Deposit Pulsa