Bursa AS Memerah Dipicu Tensi di Ukraina Kembali Memanas

Bursa saham AS susut di mana indeks saham S & P 500 turun 0,2 persen menjadi 1.996,9.

oleh Nurmayanti diperbarui 29 Agu 2014, 04:05 WIB
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, New York - Pasar saham Amerika Serikat (AS) jatuh pada penutupan perdagangan Jumat (29/8/2014) pagi ini, di mana indeks saham Standard & Poor 500 turun ke level di bawah 2.000.

Pemicu dari hal ini adalah kekerasan di Ukraina yang kembali memanas dan pendapatan ritel yang mengecewakan membayangi data yang menunjukkan ekonomi tumbuh lebih dari perkiraan.

Melansir laman Bloomberg, indeks saham S & P 500 turun 0,2 persen menjadi 1.996,9 pada pukukl 16:00 waktu New York, pengupas penurunan sebelumnya sebesar 0,5 persen. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 41,67 poin, atau 0,2 persen menjadi 17.080,34.

"Peristiwa geopolitik cenderung bersifat sementara, di mana pasar akan turun dalam jangka pendek tetapi kemudian cenderung untuk pulih dengan cepat," ujar Bob Landry, Direktur Eksekutif dan Manajer Portofolio USAA Investment Management Co.

Dia menilai beberapa data ekonomi dan penjualan rumah berpotensi moderat beberapa kerugian pagi ini.

Indeks ekuitas AS telah kembali pulih sekitar 4,6 persen dari level terendah tiga bulan pada 7 Agustus, di tengah spekulasi Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga rendah karena ekonomi AS menguat. Indeks S & P 500 ditutup di atas 2.000 untuk pertama kalinya pada 26 Agustus.

Ekonomi AS berkembang lebih dari perkiraan sebelumnya pada kuartal kedua, didorong oleh kenaikan terbesar dalam investasi bisnis di lebih dari dua tahun.

Produk domestik bruto naik pada tingkat tahunan 4,2 persen, naik dari perkiraan awal 4 persen dan setelah kontraksi kuartal pertama, menurut data Departemen Perdagangan AS.

"Jika Anda melihat klaim pengangguran kita akan mendapatkan angka gaji yang sehat dan sangat bagus Jumat depan," jelas Wilmer Stith, Manajer Keuangan Wilmington Trust Manajer Investasi.

Selain data ekonomi, pasar saham AS juga dipengaruhi kekerasan di Ukraina, di mana Presiden Rusia Vladimir Putin menerima telepon dari Perdana Menteri Italia Matteo Renzi yang meminta Putin menghentikan pertumpahan darah di Ukraina.

Presiden Ukraina Petro Poroshenko berjanji untuk meningkatkan pertahanan negara terhadap apa yang sebelumnya ia disebut "de facto" dari serbuan Rusia setelah separatis menguat dalam pertempuran intensif. (Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya