BPK Temukan Pengeluaran Ganjil Rp 2,24 M di Dinas PU DKI

Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan (LK) DKI 2013.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 20 Jun 2014, 19:40 WIB
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan dalam anggaran persediaan Dinas Pekerjaan Umum (PU) pada akhir tahun 2013, terdapat dana senilai Rp 2,24 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan (LK) DKI tahun anggaran 2013, yang disampaikan BPK kepada DPRD DKI hari ini.

"Pengujian terhadap belanja anggaran persediaan Dinas PU senilai Rp 110,04 miliar, ditemukan belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban senilai Rp 2,24 miliar," ungkap Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna, dalam Rapat Paripurna Istimewa di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2014).

Selain itu, yang juga menjadi persoalan adalah adanya penggunaan anggaran secara tunai oleh Dinas PU DKI. Padahal, berdasarkan instruksi Gubernur DKI transaksi tunai tak lagi diperkenankan sejak 2013, melainkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hanya diperbolehkan melakukan transaksi non-tunai (non-cash) dalam penyelenggaraan program.

Namun, ternyata BPK RI menemukan pada akhir 2013 lalu ada tindakan pencairan uang persediaan oleh Dinas PU senilai Rp 110,04 miliar. Dari jumlah tersebut sebanyak Rp 104,62 miliar ditransfer ke rekening kepala-kepala seksi Dinas PU. Sementara, aturan yang berlaku melarang transaksi dalam rangka pelaksanaan program SKPD, menggunakan rekening pribadi.

"Dana itu ditransfer ke rekening Kepala Seksi di kecamatan, kepala seksi di suku dinas dan kepala bidang pemeliharaan jalan," jelas Agung.

Ia menambahkan, berdasarkan hasil pengujian lapangan oleh BPK RI atas 57 pekerjaan pembangunan jalan kampung di Dinas PU DKI, hasilnya menunjukkan kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis. "Akibatnya ada indikasi kerugian keuangan daerah senilai Rp 4,49 miliar," ungkap Agung.

Sebelumnya, indikasi penyelewengan tersebut pernah dilaporkan aliansi masyarakat Jaringan Pemuda Penggerak (Jumper) yang menuding, terdapat pencairan dana Kadis PU Manggas Rudi Siahaan yang tidak melalui proses tender yang diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres).

Pada pertengahan Desember 2013 lalu, dalam rapat internal Dinas PU, Manggas Rudi Siahaan disebut memerintahkan pencairan dana sekitar Rp 180 miliar kepada Bidang Jalan dan Bidang Air melalui rekening pribadi staf PNS di tingkat kecamatan. Bahkan, Kasie Dinas PU Gambir Umi mengakui dana itu dicairkan dari rekening pribadi untuk perbaikan jalan di wilayahnya.

Manggas juga sempat diduga sengaja menginstruksikan jajaran di bawahnya untuk membuka rekening guna menampung dana APBD. Saat ini, diketahui ada 44 rekening pribadi yang dibuka oleh Kasi PU tingkat kecamatan. Namun, ketika dikonfirmasi, Manggas beralasan dana tersebut digunakan untuk membayar perbaikan jalan dan saluran air kecamatan ke pihak ketiga.

Kampung Deret

Salah satu program unggulan Jokowi-Ahok, yaitu pelaksanaan Penataan Kampung melalui perbaikan rumah kumuh dinilai Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan audit Laporan Keuangan (LK) DKI tahun anggaran 2013, terdapat ribuan rumah yang masuk program perbaikan yang lokasinya ternyata melanggar tata ruang.

"Program penataan Kampung Kumuh tidak optimal," ungkap ujar Anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna Istimewa di Gedung DPRD DKI.

Pertama, ada 90 rumah penerima bantuan penataan kampung, berdiri di atas lahan dengan peruntukan marga drainase tata air dan jalan. Kemudian, sebanyak 1.152 rumah, terindikasi berdiri di atas tanah negara dan ada 6 rumah yang berdiri pada garis sepadan sungai.

Dari anggaran penataan kampung kumuh senilai Rp 214 miliar dalam APBD 2013, yang terealisasi hanya sebanyak Rp 75 miliar di tahun 2013. Bahkan, hingga 30 Mei 2014, realisasi anggaran belum mencapai target.

"Realisasi hanya Rp 199 miliar atau 93,12% dari target awal," jelas Agung.

Selain itu, juga terdapat jalan lingkungan dengan lebar kurang dari 3 meter yang dipersyaratkan untuk penataan kampung kumuh. Serta penerangan jalan umum belum menyala karena ternyata biaya penyambungan ke PLN tidak masuk ke dalam anggaran program.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya