Sejauh ini tercatat lebih dari 50 ribu hektare lahan pertanian di seluruh Indonesia rusak akibat bencana kekeringan. Bahkan 726 hektare di antaranya dipastikan gagal panen atau puso. Di antaranya terjadi di empat kecamatan di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Akibatnya ribuan hektare tanaman padi dan palawija terancam gagal panen. Di daerah ini, kekeringan terjadi akibat musim kemarau yang terjadi sejak lima bulan silam dan rusaknya Irigasi Gumbasa. Kini petani hanya mengandalkan pompa air yang jumlahnya terbatas untuk menyirami tanaman mereka.
Di Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat, para petani mulai memperebutkan air untuk mengairi sawah. Polisi pun menjaga setiap pintu air dan saluran irigasi untuk mencegah terjadi bentrokan. Menurut Camat Jatibarang Dudung Indra Ariska, sejak musim kemarau melanda para petani sering bersitegang untuk mendapatkan air [baca: Petani Berebut Air, Irigasi Dijaga Polisi].
Advertisement
Musim paceklik juga menyebabkan debit air di sejumlah waduk Gondang di Lamongan, Jawa Timur, menyusut dari 24 juta meter kubik menjadi sekitar 17 meter kubik. Petugas terpaksa membatasi aliran air ke areal persawahan untuk mengantisipasi kerusakan waduk. Petugas waduk juga mengimbau petani hanya menanam palawija seperti jagung yang tidak membutuhkan banyak air.
Namun petani tetap mengeluh. Kenyataannya air waduk justru tidak mengalir dan bukan dibatasi. Akibatnya tanaman palawija pun terancam mati karena kekurangan air.
Kekeringan tak hanya merusak lahan pertanian. Di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, bencana kekeringan yang meluas di tiga kecamatan menyebabkan warga kekurangan air bersih. Warga akhirnya terpaksa berjalan sejauh lima kilometer menyusuri perbukitan untuk mencari air bersih. Ironisnya, pihak perusahaan daerah air minum setempat justru menaikkan harga jual air bersih hingga dua kali lipat.(DNP/Tim Liputan 6 SCTV)