Liputan6.com, Jakarta - Selain metaverse, NFT, dan kripto, hal lain yang tengah hangat diperbincangkan di antara para pecinta teknologi adalah Web3.
Baru-baru ini, Elon Musk dalam sebuah wawancara, juga sempat menyinggung dan mengungkapkan sikapnya terhadap teknologi Web3.
Baca Juga
Menurut Musk, Web3 baginya hanya lebih banyak pemasaran ketimbang kenyataan. "Saya tidak mengerti," kata bos SpaceX dan Tesla itu.
Advertisement
Selain itu, mantan CEO Twitter, Jack Dorsey, juga diketahui kerap beropini tentang Web3. Meski begitu, apa itu Web3?
Mengutip Wired pada Selasa (28/12/2021), bagi para penganutnya Web3 dianggap sebagai tahap berikutnya dari internet dan mungkin, pengorganisasian masyarakat.
Web 1.0 dianggap sebagai era desentralisasi, open protocol, di mana sebagian besar aktivitas online melibatkan navigasi ke halaman web statis individu.
Web 2.0, yang ada sekarang, merupakan era sentralisasi, di mana sebagian besar komunikasi dan perdagangan terjadi pada platform tertutup yang dimiliki perusahaan super kuat seperti Google, Facebook, dan Amazon.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Era Baca, Tulis, dan Miliki Sendiri dari Internet
Mengutip Coindesk, di Web 2.0, seseorang mungkin tidak hanya mengonsumsi konten, tetapi membuat konten sendiri dan mempublikasikannya di blog seperti Tumblr atau forum internet.
Munculnya Facebook, Twitter, dan Instagram dinilai membawa tahap berbagi konten ke tingkat yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, perusahaan-perusahaan ini tunduk pada kontrol regulator pemerintah terpusat. Web3, dianggap bisa membebaskan dunia dari kendali monopoli tersebut.
Web3 bisa dipahami sebagai tahap "baca/tulis/milik sendiri" dari internet.
Ketimbang hanya menggunakan platform teknologi gratis dengan menukar data, pengguna bisa berpartisipasi dalam tata kelola dan pengoperasian protokol itu sendiri.
Ini berarti orang dapat menjadi peserta dan pemegang saham, bukan hanya pelanggan atau produk.
Platform dan aplikasi yang dibangun di Web3, tidak menjadi milik gate keeper pusat melainkan oleh pengguna, yang akan mendapatkan kepemilikan mereka dengan membantu mengembangkan dan memelihara layanan tersebut.
Di Web 3, saham ini disebut token atau cryptocurrency, dan mereka mewakili kepemilikan jaringan terdesentralisasi yang dikenal sebagai blockchain.
Advertisement
Kritik Terhadap Web3
Contoh sederhana dari sebuah hal yang bisa dilakukan di Web3 misalnya dalam industri game.
Biasanya gamer mengeluhkan bug dalam game, atau bagaimana patch terbaru mengganggu permainan. Dengan Web3, pemain dapat berinvestasi dalam game itu sendiri dan memberikan suara tentang bagaimana segala sesuatunya harus dijalankan.
Perusahaan Web 2 besar, seperti Meta dan Ubisoft, menciptakan dunia virtual yang didukung sebagian oleh Web 3.
Non-fungible token (NFT) juga akan memainkan peran besar dalam membentuk kembali industri game dengan memungkinkan pemain menjadi pemilik item yang tidak dapat diubah mereka bertambah.
Konsep ini bukan tanpa kritik, salah satunya dari Jack Dorsey.
Dalam serangkaian tweet, Dorsey berpendapat Web3 akan mengalihkan kekuasaan dari pemain lama seperti Meta dan Google ke perusahaan modal ventura seperti Andreessen Horowitz, bukan pengguna individu.
"Anda tidak memiliki 'web3.' VC dan LP mereka memilikinya," tulis Dorsey, merujuk pada perusahaan modal ventura dan investor mereka yang mendanai proyek Web3.
"Itu tidak akan pernah lepas dari insentif mereka. Ini pada akhirnya adalah entitas terpusat dengan label yang berbeda. Ketahui apa yang Anda hadapi," imbuhnya.
(Dio/Isk)
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement