Sukses

Mitos Menyeramkan Gerhana Matahari Total dari Peradaban Kuno, Apa Saja?

Meskipun sekarang jadi pusat perhatian, ternyata gerhana matahari total sempat ditakuti ketika ilmu pengetahuan masih belum maju.

Liputan6.com, Jakarta - Gerhana matahari total menyambangi Bumi hari ini. Hanya masyarakat yang tinggal di Argentina dan Chili saja yang bisa menyaksikan fenomena langka ini nanti sore.

Meskipun sekarang jadi pusat perhatian dan banyak orang ingin melihatnya secara langsung, ternyata gerhana matahari, termasuk gerhana matahari total sempat ditakuti ketika ilmu pengetahuan masih belum maju.

Dikutip dari NextShark, Selasa (2/7/2019), berikut lima mitos gerhana matahari dari beragam peradaban kuno:

1. Bangsa Asia dan Bangsa Viking

Orang-orang Tiongkok percaya gerhana matahari disebabkan karena seekor naga, yang tiba-tiba terbangun di antara bintang-bintang, mulai melahap matahari.

Untuk mengusirnya, masyarakat Tiongkok akan membuat suara gaduh dengan memukul wajan, pot, panci dan perabotan lainnya.

Sedangkan di Vietnam, legendanya hampir mirip, tapi matahari dimakan oleh katak raksasa, bukan naga.

Lain lagi dengan bangsa Viking yang menyebutkan kalau matahari ditelan seekor serigala bernama Sköll yang mengincar Dewa Matahari, Sol.

Menurut kepercayaan orang Korea, gerhana matahari atau bulan disebabkan karena Bulgae, anjing api dari alam gelap, mencoba mengunyah benda angkasa itu.

Nantinya, dia akan sadar kalau matahari terlalu panas untuk ditelan, begitu juga dengan bulan yang terlalu dingin, kemudian Bulgae akan memuntahkannya dan kembali ke alam asalnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jepang dan India (Hindu)

2. Jepang

Di Jepang, Dewa Matahari, Amaterasu, dikatakan bersembunyi di gua ketika gerhana berlangsung. Dia akan keluar lagi setelah melihat cerminannya sendiri dan sadar akan kecantikannya.

3. India (Hindu)

Kalau dalam mitologi Hindu, matahari ditelah oleh Rahu. Rahu adalah iblis serakah yang mencicipi nektar keabadian milik para dewa-dewa. Namun, hal ini diketahui oleh bulan dan matahari yang kemudian melaporkannya ke Dewa Wisnu.

Setelah Rahu minum, Dewa Wisnu langsung memenggal kepalanya. Kepalanya abadi, namun tubuhnya hilang. Marah dan dendam, Rahu akhirnya mengejar matahari dan bulan hingga saat ini.

3 dari 3 halaman

Yunani dan Afrika Barat

4. Yunani

Sejarawan Yunani, Herodotus, menggambarkan gerhana ketika terjadi pertempuran antara Kelompok Medes dan Lydians di Anatolia, pada 585 SM. Menurut catatannya, dua kelompok tersebut menghentikan peperangan saat langit siang tiba-tiba berubah menjadi gelap.

Masyarakat Yunani kuno percaya bahwa gerhana matahari merupakan tanda kemarahan dewa-dewi, dan terjadinya fenomena tersebut merupakan peringatan akan datangnya bencana dan kehancuran.

5. Afrika Barat

Suku Batammaliba dari Benin dan Togo dari Afrika Barat percaya dengan legenda yang mengatakan, saat terjadi gerhana, matahari dan bulan sedang bertengkar.

Mereka percaya, satu-satunya cara untuk menghentikan konflik adalah dengan mengesampingkan perbedaan yang terjadi pada orang-orang bumi.

Oleh karenanya, manusia harus menjaga perdamaian dan tidak ikut-ikutan ketika matahari dan bulan bertengkar.

(Tik/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.