Sukses

Tak Cuma Remaja, Lansia Juga Kepincut Main Gim Tiap Hari

Survei yang diadakan proyek kampanye Must Play May di Inggris ini, melibatkan 2.000 orang dewasa terkait kebiasaan mereka dalam menghibur diri dengan gim.

Liputan6.com, Jakarta - Survei terbaru menunjukkan kalau lanjut usia (lansia) berusia di atas 65 tahun ternyata doyan bermain gim.

Survei yang diadakan proyek kampanye Must Play May di Inggris ini, melibatkan 2.000 orang dewasa terkait kebiasaan mereka dalam menghibur diri dengan gim.

Dilansir Mirror, Sabtu (4/5/2019), terungkap kalau 42 persen orang berusia 55-64 tahun menikmati bermain gim setiap hari.

Sementara, 27 persen lansia berusia 65 tahun dan ke atas mengaku sudah bermain gim selama lima tahun terakhir.

Adapun jenis genre gim yang populer dimainkan adalah gim ber-genre strategi, dengan persentase 40 persen. Sementara 20 persen berkata kalau mereka suka bermain gim multiplayer agar tak mau kalah dari cucu-cucunya.

Proyek kampanye Must Play May diadakan oleh Ellie Gibson dan Helen Thorn, yakni host dari podcast Scummy Mummies.

Mereka berkata, temuan ini begitu menarik karena bermain gim bagi lansia tak cuma untuk kebutuhan hiburan semata, tetapi juga aktivitas agar tak lepas dari cucu.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berkat Teknologi Ini, Otak Lansia Bisa Bekerja Layaknya Remaja 20 Tahun

Teknologi stimulasi otak dipercaya bisa mengubah kinerja otak lanjut usia (lansia) berfungsi layaknya otak manusia berusia 20 tahun.

Teori tentang teknologi tersebut, diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience. Ilmuwan juga telah mengujicoba teknologi ini ke sukarelawan yang terdiri dari beberapa lansia dan remaja.

Dengan menstimulasi dua area di otak lansia dalam ritme spesifik, kinerja otak lansia dipercaya bisa lebih ringan dan berpikir layaknya remaja. Demikian seperti dikutip Mirror, Kamis (11/4/2019).

Pun demikian, teori ini masih terbilang dini dan hanya bisa diaplikasikan ke lansia yang kondisi kesehatannya prima.

Ke depannya, teknologi bernama electroencephalography (EEG) ini akan digunakan untuk membantu lansia dengan penyakit dementia dan alzheimer.

EEG sendiri bertugas untuk memonitor aktivitas otak. Sementara, ilmuwan juga akan menggunakan teknik lain bernama transcranial alternating-current stimulation (tACS) untuk menstimulasi otak sekelompok lansia dan remaja.

Dalam tahap itu, ilmuwan akan memodulasi interaksi gelombak otak yang terhubung ke cara bagaimana mereka bisa mengingat sesuatu.

Uji coba ini melibatkan 42 sukarelawan berusia 20-29 tahun dan lansia berusia 60-76 tahun. Salah satu tugas yang harus dilakukan adalah uji memory task (mengingat).

3 dari 3 halaman

Bagaimana Jika Otak Lansia Tidak Distimulasi?

Tanpa stimulasi otak, lansia sudah pasti berpikir lebih lambat dan kurang akurat ketimbang otak remaja dan dewasa.

Pasalnya, otak manusia berusia produktif memiliki tingkat interaksi dan sinkronisasi gelombang otak yang lebih tinggi.

Saat mendapatkan stimulasi aktif otak, kinerja otak lansia langsung meningkat saat mereka mencoba uji ingatan.

Adapun ilmuwan mengungkap efek stimulasi tersebut bertahan hingga 50 menit.

"Dengan menggunakan stimulasi tersebut, kita bisa menghubungkan ulang dan mensinkronisasi (kinerja) otak mereka," jelas Robert Reinhart, ilmuwan di Universitas Boston.

(Jek/Isk)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.