Sukses

Keluarga Siap Autopsi Korban Kanjuruhan Dilakukan Asal Ada Jaminan Keamanan

Autopsi jenasah korban tragedi Kanjuruhan akan diputuskan lanjut atau tidak usai keluarga bermusyawarah kembali.

Liputan6.com, Malang - Pihak keluarga dua korban tragedi Kanjuruhan siap melanjutkan rencana autopsi bila pemerintah memberikan jaminan keamanan. Mereka sebelumnya membatalkan rencana autopsi karena merasa ada intimidasi halus secara psikis oleh kepolisian.

Devi Athok Yulfitri, warga Desa Krebet Senggrong, Bululawang, Malang, kehilangan dua putrinya yakni Natasya Deby Ramadhani, 16 tahun, dan Nayla Deby Anggraeni, 13 tahun, yang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.

Devi menyatakan bersedia ekshumasi dan autopsi jenasah dua putrinya dengan menandatangai surat pernyataan pada 10 Oktober. Setelah itu keluarga khawatir karena ada intimidasi agar proses autopsi dihentikan. Sehingga ada pernyataan pembatalan pada 17 Oktober kemarin.

“Keluarga akan berunding lagi. Polri harus menjamin keamanan kami dan memastikan tak ada anggota datang ke rumah kami lagi,” kata Devi Athok di rumahnya, Rabu, 19 Oktober 2022.

Ia didampingi tim kuasa hukumnya menerima kedatangan Deputi V Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya di rumah duka. Dalam pertemuan itu juga disampaikan sejumlah hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebab secara prinsip pihak keluarga tidak masalah ada autopsi.

Imam Hidayat, Tim Kuasa Hukum keluarga korban, mengatakan keluarga ingin ada jaminan keamanan. Tidak boleh ada satu pun personel polisi baik berseragam dinas maupun preman yang datang ke rumah korban agar tak menimbulkan dampak psikis.

“Kalau mau patroli keamanan lalu lalang di jalan silakan saja itu tugas mereka. Jangan masuk ke rumah karena itu sama seperti intimidasi tidak secara kasat,” kata Imam.

Keluarga semula khawatir autopsi hanya dilakukan oleh tim kedokteran kepolisian (Dokpol) saja. Namun kemudian dipastikan melibatkan 6 dokter juga dari ahli forensik perguruan tinggi dan dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI).

Terakhir, keluarga keberatan bila jenasah dari makam dibawa ke rumah sakit untuk diautopsi. Namun harus dilakukan di mana jenasah dimakamkan dengan proses paling lama 3-4 jam setelah itu dimakamkan lagi. Bila dipenuhi, autopsi korban Kanjuruhan bisa dilakukan.

“Perwakilan Kemenko Polhukam menyatakan siap memenuhi itu. Sekarang keluarga berunding lagi dan dua hari ke depan akan diputuskan kesiapannya,” kata Imam.

2 dari 2 halaman

Jamin Keamanan Keluarga Korban

Deputi V Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, mengatakan untuk sementara ini menunggu pihak keluarga yang masih akan menggelar musyawarah kembali. Kepastian lanjut atau tidak proses autopsi akan disampaikan dua hari lagi.

“Jadi kami menunggu kepastian dari pihak keluarga. Kami pasti jamin keamanan, bila ada yang mengancam segera lapor biar ditindak tegas,” katanya.

Permintaan tidak ada anggota kepolisian yang datang ke rumah keluarga korban juga akan disampaikan ke Polda Jatim sampai Polres Malang. Keluarga diminta tak risau bila ada anggota sebatas patroli keamanan maupun sambang warga.

“Pokoknya sesuai permintaan masyarakat akan dipenuhi. Mungkin ada trauma, tapi kalau petugas patroli keamanan saja itu tak perlu dikhawatirkan,” ucap Armed.

Menurutnya, ekshumasi ataupun autopsi harus dikomunikasikan ke keluarga terutama untuk permintaan persetujuan sesuai pasal 134 KUHP. Autopsi sangat penting dilakukan untuk membuktikan isu korban meninggal disebabkan gas air mata.

“Maka perlu dibuktikan dengan cara autopsi, untuk melancarkan proses penyidikan terhadap para tersangka. Autopsi juga direkomendasikan oleh TGIPF,” kata Armed.