Sukses

Wall Street Beragam, Indeks S&P 500 Sentuh Posisi 5.000

Wall street bervariasi pada perdagangan Jumat, 9 Februari 2024. Indeks S&P 500 ditutup sentuh level 5.000 untuk pertama kali.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan saham Jumat, 9 Februari 2024. Wall street bervariasi setelah revisi inflasi Desember lebih rendah dari yang dilaporkan pertama kali.

Sementara itu, indeks S&P 500 ditutup di atas level penting 5.000 seiring laba perusahaan yang kuat dan berita makro ekonomi. Demikian dikutip dari CNBC, Sabtu (10/2/2024).

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 naik 0,57 persen ke posisi 5.026,61. Indeks Nasdaq bertambah 1,25 persen ke posisi 15.990,66. Indeks Dow Jones melemah 54,64 poin atau 0,14 persen ke posisi 38.671,69.

Selama sepekan, indeks S&P 500 bertambah 1,4 persen, sedangkan indeks Nasdaq naik 2,3 persen. Sementara itu, indeks Dow Jones mendatar. Rata-rata indeks acuan mencatat kenaikan dalam lima minggu berturut-turut dan 14 minggu mencatat kinerja positif dalam 15 minggu.

"Pada akhirnya, kita masih melihat kabar baik di bidang perekonomian dan pasar bereaksi terhadap hal itu. Semakin lama cerita ini berlangsung, semakin besar kemungkinan bagi pasar kalau kita benar-benar akan bertahan di sini,” ujar Co-Chief Investment Envestnet, Dana D’Auria.

Musim laba yang solid, data inflasi yang mereda dan ekonomi yang tangguh telah mendorong reli pasar pada 2024. Hal ini juga mendorong indeks S&P untuk ditutup di atas level 5.000 setelah pertama kali menyentuh posisi tersebut pada sesi perdagangan Kamis pekan ini. Indeks S&P 500 pertama kali melampaui angka 4.000 pada April 2021.

Chief Technical Strategist LPL Financial, Adam Turnquist menuturkan, penutupan di atas level yang diawasi dengan ketat ini tidak diragukan lagi akan menjadi berita utama dan semakin menambah ketakutan akan kehilangan atau fear of missing out (FOMO).

"Di luar potensi peningkatan sentimen, angka 5.000 sering kali memberikan area psikologis support atau resistance bagi pasar,” ujar Adam.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Saham Raksasa Teknologi Menguat

Revisi yang lebih rendah pada indeks harga konsumen Desember juga membantu sentimen. Pemerintah menyesuaikan angka tersebut menjadi kenaikan 0,2 persen, turun dari kenaikan 0,3 persen yang dilaporkan pada awalnya. Inflasi inti tidak termasuk makanan dan energi juga sama. Consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen akan rilis pada pekan depan.

Saham-saham raksasa teknologi menguat pada Jumat pekan ini sehingga berkontribusi pada kenaikan indeks S&P 500 di atas 5.000. Sementara itu, saham Nvidia melonjak 3,6 persen dan Alphabet naik lebih dari 2 persen.

Saham Cloudflare meroket 19,5 persen seiring laba yang kuat sehingga mendorong sektor clod yang lebih luas secara bersamaan. Saham semikonduktor juga menguat. Saham the VanEck Semiconductor ETF melonjak 2,2 persen.

Di sisi lain, saham PepsiCo melemah 3,6 persen seiring kinerja keuangan yang beragam. Saham Take-Two Interactive merosot 8,7 persen usai prospek yang mengecewakan. Sementara itu, saham Pinterest susut 9,5 persen setelah mengeluarkan perkiraan lebih lemah dari prediksi dan perkiraan pendapatan yang meleset.

Meski angkanya negatif, laba perusahaan sejauh ini lebih kuat dari perkiraan. 332 perusahaan di S&P telah melaporkan kinerjanya dengan sekitar 81 persen di antaranya melaporkan laba di atas harapan analis, berdasarkan LSEG. Angka ini sebanding dengan kinerja sebelumnya yang mencapai 67 persen sejak 1994.

3 dari 4 halaman

Pasar Saham AS Disebut Berada di Posisi Berbahaya, Ada Apa?

Sebelumnya diberitakan, CEO Smead Capital Management, Cole Smead mengatakan pasar saham Amerika Serikat (AS) berada dalam posisi yang sangat berbahaya karena tingginya angka lapangan kerja dan pertumbuhan upah.

Menurut Smead ini menunjukkan kenaikan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS tidak memberikan dampak yang diinginkan. Nonfarm payrolls tumbuh sebesar 353.000 pada Januari, data baru menunjukkan minggu lalu, jauh melampaui perkiraan Dow Jones sebesar 185.000. 

Sementara pendapatan rata-rata per jam meningkat 0,6% pada basis bulanan, dua kali lipat perkiraan konsensus. Pengangguran tetap stabil pada level terendah dalam sejarah yaitu 3,7%.

Angka tersebut muncul setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bank sentral kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga pada Maret, seperti yang telah diantisipasi oleh beberapa pelaku pasar.

Smead, yang sejauh ini telah memperkirakan dengan tepat ketahanan konsumen Amerika Serikat dalam menghadapi kebijakan moneter yang lebih ketat. 

Smead menuturkan, risiko sebenarnya selama ini adalah seberapa kuat perekonomian meskipun terjadi kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin. Satu basis poin sama dengan 0,01% 

"Kami tahu The Fed telah menaikkan suku bunganya, kami tahu hal itu menyebabkan bank bangkrut pada musim semi lalu dan kami tahu hal itu merusak pasar,” kata Smead, dikutip dari CNBC, Selasa (6/2/2024).

Inflasi telah melambat secara signifikan dari puncak era pandemi pada Juni 2022 sebesar 9,1%, namun indeks harga konsumen AS meningkat sebesar 0,3% bulan ke bulan pada Desember sehingga menjadikan tingkat inflasi tahunan menjadi 3,4%, juga di atas perkiraan konsensus dan lebih tinggi dari perkiraan The Fed 2 % sasaran.

 

4 dari 4 halaman

Penurunan Suku Bunga Kurang Mendesak

Beberapa ahli strategi menunjukkan keuntungan dari data terbaru berarti upaya The Fed untuk merekayasa “soft landing” bagi perekonomian mulai membuahkan hasil, dan resesi tampaknya tidak akan terjadi lagi, sehingga dapat membatasi pertumbuhan ekonomi. Namun, sisi buruknya bagi pasar yang lebih luas.

Direktur pelaksana di Charles Schwab UK. Richard Flynn pada Jumat mencatat hingga saat ini, laporan pekerjaan yang kuat akan menimbulkan peringatan di pasar.

“Dan walaupun suku bunga yang lebih rendah pasti akan disambut baik, menjadi semakin jelas bahwa pasar dan perekonomian mampu mengatasi dengan baik kondisi suku bunga yang tinggi, sehingga investor mungkin merasa bahwa kebutuhan akan pelonggaran kebijakan moneter tidak terlalu mendesak,” ujarnya dalam sebuah catatan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Daniel Casali, kepala strategi investasi di Evelyn Partners, yang mengatakan intinya adalah investor menjadi sedikit lebih nyaman bank sentral dapat menyeimbangkan pertumbuhan dan inflasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini