Sukses

Sejarah Kesenian Reog, Kali Pertama Dipentaskan pada 1920

Kepopuleran reog yang masih terus dipentaskan hingga kini ternyata juga sudah sampai ke mancanegara.

Liputan6.com, Ponorogo - Reog merupakan seni pertunjukan masyarakat Jawa yang telah menjadi warisan turun-temurun. Keberadaan reog konon sudah ada sejak ratusan tahun lalu

Mengutip dari surakarta.go.id, reog dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam yang berasal dari Bali. Mulanya, reog bernama barongan.

Kesenian reog kemudian mulai dipentaskan pada 1920. Sayangnya, pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, reog dianggap sebagai kesenian yang merugikan.

Terkait pementasannya, seni tradisional khas Ponorogo ini kaya akan elemen tari dan musik. Penampilan reog selalu diiringi dengan beragam alat musik tradisional, seperti saron, kendhang, bonang, gong, kenong, hingga terompet.

Kostum yang digunakan pun mencerminkan budaya lokal. Terdapat lima penari utama dalam tari reog, yakni barongan, klono sewandono, jathil, warok, dan bujang ganong. 

Bukan sekadar pertunjukan biasa, reog juga memiliki cerita yang membuat kesenian ini hidup. Tari reog berkisah tentang peran antara Kerajaan Kediri dengan Ponorogo. Raja Kediri, Singabarong, tidak merestui putrinya yang bernama Dewi Ragil Kuning untuk dilamar Raja Ponorogo. 

Dalam pementasannya, penampilan reog diawali dengan tiga tari pembukaan yang diperagakan oleh wrok, jathil, dan bujang ganong. Adegan inti menampilkan klono swandono. Adapun sebagai penutup tari reog tampilah barongan.

Tarian ini memiliki ciri khas berupa penggunaan properti topeng berukuran besar. Topeng utama atau barongan ini melambangkan keberanian dan kekuatan.

Konon, topeng-topeng dalam tari reog juga dianggap sebagai wadah yang memungkinkan kekuatan spiritual muncul. Makhluk tersebut juga dapat berinteraksi dengan manusia selama pertunjukan berlangsung.

Kepopuleran reog yang masih terus dipentaskan hingga kini ternyata juga sudah sampai ke mancanegara. Tak heran, jika kesenian ini masih terus dilestarikan agar tak tergeser dengan kesenian-kesenian modern.

 

Penulis: Resla