Sukses

Cara Praktis Mengelola Stres bagi Mahasiswa Menurut Psikolog ITB

Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengelola stres bagi mahasiswa, di antaranya yakni rutin olahraga dan melakukan hobi.

Liputan6.com, Bandung - Pengetahuan dan kemampuan perihal cara mengelola stres menjadi hal penting bagi semua orang termasuk kalangan mahasiswa.

Psikolog Subdit Kesejahteraan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Febriani Sabatini menyampaikan, mahasiswa dapat membuat strategi untuk mengelola stres, salah satunya dengan mengenali respons reaksi tubuh.

Saat mengalami stres, terdapat tiga tahapan yang dialami seseorang. Pertama, alarm, yakni adanya hormon adrenalin yang meningkat.

Kedua, resistent, yakni tubuh ingin mengerahkan segala sesuatunya, seperti jantung berdebar lebih kencang.

"Ketiga, exhausting, yaitu ketika diri sudah merasa lelah dan sampai pada tahap stres," dikutip lewat laman ITB, Selasa (5/1/2024).

Dalam ilmu psikologi, dijelaskan bahwa terdapat dua macam stres, yaitu stres yang positif (eustress) dan stres yang negatif (distress).

Stres berkepanjangan dapat terjadi kaena faktor dalam diri, seperti cara berpikir dan nilai yang dipegang. Stres dianggap wajar apabila seseorang masih produktif. Stres dinilai tidak wajar jika terdapat tanda-tanda seseorang akan membahayakan dirinya.

Menurut Febriani, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengelola stres bagi mahasiswa. Di antaranya, yakni rutin olahraga, melakukan hobi, tidur, mengonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan terapi.

Selain itu, mengatur penafasan dengan melakukan breath in breath out untuk merilekskan tubuh. Kemudian, mahasiswa dapat menyadari pikiran otomatis negatif, menemukan fakta, dan berpikir realistis.

"Berpikir realistis diperlukan karena pikiran, perasaan, dan perilaku itu saling mempengaruhi," ujarnya.

Di samping itu, seseorang pun dinilai membutuhkan dukungan lingkungan sekitar dalam menghadapi stres.

"Jika seseorang ingin menuangkan stres, dia memerlukan support system seperti keluarga, teman, dosen, terapis, atau dokter. Karena kita sejatinya makhluk sosial sehingga perlu berinteraksi dan berkomunikasi," ujar Febriani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Isu Penting

Isu kesehatan mental menjadi isu penting bagi lingkungan kampus. Mahasiswa dinilai memiliki kerentanan krisis mental akibat sejumlah faktor seperti tekanan akademik, stres finansial, hingga ketidakpastian terhadap jurusan.

Hal tersebut disampaikan psikolog Yefentriawati Kasdi dalam kegiatan “Pelatihan Penanganan Darurat Mahasiswa”, diselenggarakan oleh Bimbingan Konseling Institut Teknologi Bandung (BK ITB).

"Sekitar 2/3 mahasiswa mengalami krisis kesehatan mental dan hampir 1/3 mengalami depresi," katanya, diakses lewat laman ITB, 18 Januari 2024.

Kesadaran dan kemampuan dalam memberikan pertolongan pertama kedaruratan psikologis pun dinilai sangat diperlukan. Dalam hal ini, kapasitas tenaga administrasi dalam menangani situasi darurat di lingkungan mahasiswa pun harus dilatih.

Kepala Seksi Bimbingan dan Konseling, Ratih Ratnawati, mengatakan, ketepatan tindakan pertolongan pertama akan sangat penting dalam proses penyembuhan.

"Cepatnya tindakan pertolongan pertama dapat memengaruhi penyembuhan dan bahkan dapat menyelamatkan jiwa korban," ujarnya.

Penanganan keadaan darurat kesehatan mental sangat penting untuk memberikan bantuan awal sebelum mendapatkan perawatan profesional dari ahli yang berwenang.

Upaya ini untuk memberikan ketenangan, mengurangi kecemasan, dan mencegah potensi bahaya yang lebih serius.

3 dari 3 halaman

Psychological First Aid

Psikolog lainnya, Dra Isriana, menyampaikan tentang Psychological First Aid (PFA), suatu pendekatan praktis untuk memberikan perawatan dasar kesehatan mental.

"Penting bagi tenaga administrasi untuk bisa memberikan bantuan yang tepat, dengan fokus pada mendengarkan, mengenali, dan melindungi dari dampak negatif lebih lanjut," ujarnya.

Terdapat tiga prinsip utama PFA, yakni Look (mengamati), Listen (dengarkan tanpa menekan), dan Link (bantu menjalin koneksi dengan profesional).

Beliau juga memberikan tiga tindakan praktis PFA, yaitu Butterfly Hug, 478, dan 5 Fingers, yang dapat membantu meredakan kecemasan.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan mental penolong itu sendiri. "Sebelum menolong orang lain, kita harus menjaga kesehatan mental diri sendiri," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini