Sukses

Sekda Sebut Hunian Vertikal Bisa jadi Solusi Banjir di Braga Bandung, Pintu Masuk Proyek Rumah Deret?

Pembangunan hunian vertikal diklaim bisa jadi solusi jangka panjang permasalahan banjir di Braga.

Liputan6.com, Bandung - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, menyingung wacana pembangunan hunian vertikal di Kelurahan Braga, Kota Bandung. Daerah tersebut diketahui diterjang banjir bandang pada Kamis lalu, 11 Januari 2024.

Ema Sumarna mengklaim, pembangunan hunian vertikal itu bisa jadi solusi jangka panjang permasalahan banjir. Konsep tersebut, aku dia, telah ada sejak Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

"Untuk jangka panjang sebenarnya sudah ada konsep sejak era Pak Ridwan Kamil. Saya sudah lihat ke lapangan dan punya konsep. Tinggal kita berkomunikasi dengan masyarakat," kata Ema dikutip dari keterangan pers, Sabtu, 13 Januari 2024.

"Tepatnya kita vertikalkan. Jika tidak, ini akan terulang," lanjutnya.

Ema mengaku telah meminta kepada Bappelitbang dan Asisten Daerah 2 untuk mengoordinasikan terkait rencana konsep bangunan vertikal tersebut.

"Gambarnya sudah ada, konsep sudah ada tinggal bagaimana kita inventarisasi mengenai lahan ini. Dari fungsi akan lebih aman, jadi masyarakat juga melihat akan lebih tenang karena konstruksinya bagus, tata ruang bagus dan lepas dari ancaman itu (banjir)," katanya.

"Tapi saya tidak ingin memaksakan. Makanya saya akan berkomunikasi instens dengan masyarakat," imbuh Ema.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Janji Pemkot Perbaiki Rumah Rusak

Sementara itu, Pemerintah Kota Bandung kabarnya akan membantu perbaikan rumah warga Braga yang rusak akibat banjir bandang lalu.

Perbaikan tersebut akan difokuskan bagi kerusakan rumah dalam kategori berat. Saat ini, Pemkot Bandung disebut tengah melakukan invetarisasi bangunan rusak di wilayah terdampak.

Ema mengintruksikan kepada Asisten Daerah 1 Kota Bandung untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk perbaikan rumah terdampak tersebut.

"Kita sudah inventarisasi terutama yang rusak berat. Kita akan bantu," katanya.

"Termasuk juga bangunan-bangunan yang memang bolong dan jebol, itu juga yang menjadi perhatian. Ada juga yang setengah badan rumah hancur itu yang akan kita prioritaskan. Terpenting itu secepatnya bisa tertangani," ujar Ema.

Menurut data Kecamatan Sumur Bandung, rumah yang terdampak mencapai 229 rumah. Sebanyak 11 rumah mengalami rusak berat, dan 29 rumah mengalami rusak ringan. Semua berasal dari RW 3, 4, 7, dan 8 Kelurahan Braga.

Dana perbaikan rumah-rumah milik warga yang rusak, lanjut Ema, akan memakai dana Baznas.

"Kebetulan ada dana Baznas juga yang bisa dimanfaatkan. Nanti Asisten Daerah 1 yang akan mengoordinasikan, terutama kita akan prioritaskan yang berat-berat," kata Ema.

3 dari 4 halaman

Tak Cuma Curah Hujan

Sejumlah kalangan menilai bahwa penyebab banjir di Kota Bandung tidak hanya soal curah hujan yang tinggi atau jebolnya tanggul penahan air sungai.

Lebih jauh dari itu, bencana banjir dipandang berkelindan dengan masalah lingkungan yang lebih kompleks seperti sistem drainase yang buruk, sumbatan sampah, penyempitan dan pendangkalan sungai, hingga susutnya daerah tangkapan air di daerah sabuk hijau Kawasan Bandung Utara

Pegiat Sungai Jabar, Yadi Supriadi, berpendapat bahwa selain jebolnya tanggul, banjir bandang di Braga juga terkait rusaknya Gunung Kasur dan Gunung Bukit Tunggul karena alih fungsi lahan. Dua gunung itu disebut jadi titik hulu Sungai Cikapundung.

Yadi mengatakan, curah hujan memang berpengaruh, tapi banyak kondisi lain yang juga krusial. Banjir bandang di Braga, katanya, juga disebabkan penyempitan sempadan sungai dan sedimentasi. Terjadi alih fungsi lahan sekitar sungai yang disebutnya gila-gilaan.

"Pembangunan perumahan, penyempitan sungai akibat banyak bangunan," katanya.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudi Iwang, mengatakan, dari tahun ke tahun wilayah Provinsi Jawa Barat, termasuk Bandung Raya, mengalami deforestasi serta degradasi kawasan hutan yang signifikan.

Bentang alam berubah akibat alih fungsi lahan yang berlebihan, baik daerah perdesaan, rural hingga daerah urban.

Iwang beranggapan bahwa banjir bandang di Braga tak bisa lepas dari degradasi fungsi Kawasan Bandung Utara, digerus pembangunan properti dan pembukaan kawasan untuk wisata alam.

"Terakhir, tidak lepas dari alih fungsi kawasan oleh pertanian yang tidak menyertakan pohon-pohon tegakan," katanya.

4 dari 4 halaman

Pohon, Kebijakan Hijau dan Kesadaran Kolektif

Ketua Pembina Yayasan Odesa Indonesia, Budhiana Kartawijaya, mengatakan, salah satu upaya yang penting dilakukan kini adalah kembali melakukan penanaman pohon di kawasan utara.

Odesa sendiri, katanya, terus berupaya menggalang donasi untuk penyebaran bibit tanaman pohon keras sebagai penangkal erosi. Selama ini, pohon buah jadi andalan semacam pohon nangka, sirsak, sukun, durian, dan lainnya.

Delapan tahun terakhir, Odesa disebut sudah membagikan bibit pohon buah sebanyak 870 ribu pohon.

“Tetapi jumlah ini masih sedikit dibanding dari kebutuhan area yang sangat luas mencapai 70.000 hektar yang terbentang dari Purwakarta hingga Sumedang. Bahkan untuk zona pertanian di Kecamatan Cimenyan saja membutuhkan setidaknya 5 hingga 6 juta pepohonan di area 3 hingga 4 ribu hektar,” aku Budhiana.

"Mungkin ini memang bukan satu-satunya solusi," tandasnya.

Sementara, Yadi Supriadi memandang bahwa pengelolaan lahan konservasi di hulu sungai harus lebih optimal, "mengedepankan spirit pelestarian lingkungan," katanya.

Wahyudin Iwang, menambahkan, yang juga perlu segera dilakukan adalah menertibkan kawasan hulu dari segala intervensi kegiatan yang mengalihfungsikan kawasan, serta melakukan reforestasi.

Pemerintah juga didesak untuk berani membatasi setiap kegiatan yang mengubah bentang alam secara serius dan berdampak pada kerusakan lingkungan, serta kegiatan yang cenderung mengenyampingkan keselamatan rakyat.

"Masyarakat luas perlu menumbuhkan kesadaran bahwa keberadaan mereka berada di wilayah rawan bencana sehingga harus menghindari kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.