Sukses

Kenali FOPO dan Dampaknya ke Kesehatan Mental 

Kita mungkin belum mengenal arti dari FOPO yang kini tengah dikenal sebagian besar masyarakat milenial. Lalu apa itu FOPO dan dampaknya. Pakar UGM jelaskan semuanya dan cara menghadapinya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Jika kita sering merasa cemas atau takut dengan pendapat orang lain, mungkin kita mengalami FOPO atau Fear of Other People’s Opinions. Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra mengatakan FOPO ini menjadi fenomena di tanah air dengan kecenderungan terus meningkat dan dapat mengganggu kehidupan jika muncul secara terus menerus.

“Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO. Melalui media sosial ini pendapat orang semakin terbuka, imagenya terbuka, meskipun ada beberapa orang yang memang selalu khawatir dengan pendapat orang sejak dulu,” ujar Dosen Fakultas Psikologi UGM ini Senin  15 Mei 2023.

Novi mengatakan FOPO di Indonesia ini dibentuk oleh budaya feodalisme dan konformitas juga pendidikan. Budaya budaya ini yang berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia.

“Budaya feodal misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu soal konformitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama, jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman,” terang psikoloh UGM ini.

Novi menjelaskan pendidikan yang menyeragamkan semua individu akan membentuk manusia Indonesia menjadi lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain tentang dirinya dibandingkan pendapatnya sendiri akan dirinya. Media sosial turut memberikan pengaruhnya tentang image atau perspektif seseorang dibentuk oleh platform ini, misalnya anak muda dianggap sukses jika di usia 20-an tahun sudah memiliki penghasilan atau usaha sendiri.  

“Akhirnya membandingkan dirinya, sudah usia 30 tahun tetapi belum ada bisnis sendiri dan akhirnya mulai insecure karena hidup tidak sesuai harapan kebanyakan orang,” ucapnya.

Menurutnya ini terjadi karena seseorang belum memiliki kesadaran akan identitas diri sendiri sehingga sejak remaja manusia Indonesia harus mengenal dirinya. Jik kesadaran diri ini sudah dimiliki maka identitas diri bisa terbentuk baik sehingga tidak akan cemas pendapat orang lain.

“Rata-rata orang Indonesia sekarang mengalami FOPO, takut dinilai jelek, salah, dan gagal,” katanya.

 Agar seseorang tidak menjadi FOPO, maka menurut Novi dimulai dari pendidikan di rumah dan sekolah. Ekosistem pendidikan dibuat agar anak-anak bisa tumbuh dengan percaya diri dan akan tumbuh menjadi pribadi yang utuh dan mandiri sehingga tidak dipenuhi emosi negatif seperti malu, cemas, khawatir, tidak ada harapan, dan lainnya.

“Kalau punya energi percaya diri yang bagus tidak akan mudah cemas/FOMO. Karenanya harus dibentuk ekosistem yang menumbuhkan kepercayaan diri dengan memberikan ruang-ruang bagi keunikan setiap manusia,” urainya.

Novi menyarankan kepada yang sudah terlanjur FOPO maka perlu berdialog seperti mengapa tidak berani memutuskan, efeknya apa, manfaat maupun kerugian jika seperti itu dan lainnya. Dialog bisa membantu cara berpikir dan akan mendorong cara seseorang dalam bersikap, selai itu perlu banyak beraktivitas untuk mengurangi kecemasan yang dihadapi.

“Jika sudah merasa parah sampai traumatik, maka segera hubungi profesional seperti psikolog maupun konselor,” pungkasnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.