Sukses

Orang-Orangan Sawah, Ternyata Punya Makna Lebih dari Sekadar Pengusir Hama

Selain berwujud manusia (sesosok petani), bentuk lain dari orang-orangan sawah bisa berupa patung hewan predator hama sawah, seperti burung hantu atau tikus.

Liputan6.com, Yogyakarta - Orang-orangan sawah merupakan replika manusia yang diletakkan di atas tanah yang dibudidayakan, seperti sawah, kebun, ladang, dan lainnya. Orang-orangan sawah ada di hampir seluruh negara agraris, salah satunya Indonesia.

Selain berwujud manusia (sesosok petani), bentuk lain dari orang-orangan sawah bisa berupa patung hewan predator hama sawah, seperti burung hantu atau tikus. Namun, di beberapa wilayah lain juga memiliki spesifikasi yang berbeda-beda sesuai dengan identitas lokal wilayah tersebut.

Fungsi utama orang-orangan sawah memang dimaksudkan untuk menakut-nakuti burung, tikus, atau binatang lain (hama sawah) agar tidak mematuk atau merusak biji, tunas, serta buah-buahan. Namun, fungsi orang-orangan sawah ternyata bukan itu saja.

Mengutip dari p2kp.stiki.ac.id, secara sosiologi, orang-orangan sawah merupakan interaksionisme simbolik, yakni sebuah teori sosiologi buah akal George H Mead. Teori sosiologi ini mencetuskan bahwa manusia sering kali memakai simbol-simbol dalam interaksi sosial.

Bisa dikatakan bahwa orang-orangan sawah merupakan suatu simbol yang digunakan petani untuk berinteraksi dengan burung serta hama pertanian lainnya. Simbol ini disebut memiliki pesan yang akan disampaikan petani yaitu agar mereka menjauhi tanaman budi daya miliknya.

Masih dari sumber yang sama, dalam studi ilmu komunikasi, orang-orangan sawah bisa dikaji dengan konsep komunikasi nonverbal. Konsep ini merujuk pada bagian komunikasi yang diterapkan tanpa memakai saluran lisan dan tulisan. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahasa Objek

Orang-orangan sawah bisa dikategorikan sebagai 'bahasa objek', yakni objek-objek yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara simbolis. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa orang-orangan sawah merupakan bahasa objek yang dijadikan saluran atau medium bagi petani untuk menyampaikan pesan kepada satwa-satwa pemangsa tanamannya.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, orang-orangan sawah terdapat hampir di seluruh peradaban agraris di dunia. Namun, bentuk dan spesifikasinya berbeda-beda sesuai dengan kultur kebudayaan masing-masing.

Nama atau sebutan bagi orang-orangan sawah diseluruh dunia pun memiliki perbedaan. Mulai dari memedi manuk (Jawa), beubeugig (Sunda), kakashi (Jepang), nuffara (Malta), epouvantail (Prancis), spaventapasseri (Italia), espantalho (Portugal), espantapájaros (Spanyol), scarecrow (Inggris), dan lainnya.

Tak sampai di situ saja, di berbagai belahan dunia, terdapat berbagai jenis festival orang-orangan sawah. Bahkan, beberapa di antaranya diselenggarakan rutin setiap tahunnya.

Beberapa festival tersebut misalnya 'Festival Memedi Manuk' di Desa Kebon Agung Yogyakarta (Indonesia), 'Scarecrow Festival' di St. Charles, Illinois (Amerika Serikat), dan 'Kakashi Matsuri' di Kaminoyama, Yamagata (Jepang). Sementara itu, sejak 1994, di Kettlewell, Yorkshire Dales (Inggris), juga rutin diselenggarakan 'Kettlewell's Scarecrow Festival' , sedangkan sejak 1997 'Kurrajong Scarecrow Festival' juga telah dilaksanakan di Desa Kurrajong, New South Wales (Australia).

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.