Sukses

Oknum Pimpinan Pesantren Mentawai Diduga Lecehkan Santri di Bawah Umur

Makin maraknya pelecehan seksual kepada anak menandakan ada sesuatu yang salah di tengah masyarakat.

Liputan6.com, Mentawai - Seorang pimpinan salah satu pondok pesantren di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, diperiksa polisi karena diduga melakukan pelecehan seksual kepada santrinya yang masih di bawah umur yang berusia 16 tahun.

Namun, pihak polisi masih kesulitan mengumpulkan informasi karena pihak korban belum mau memberikan keterangan, meski keterangan dari terduga sudah diperoleh.

"Masih tahap penyelidikan, saat ini Polwan Kepolisian Resor Mentawai sedang melakukan pendekatan pada keluarga korban," kata Kapolres Mentawai, AKBP Dodi Prawiranegara kepada Liputan6.com, Kamis (11/6/2020).

Ia menyebut peristiwa ini sudah lama terjadi yakni sekitar November 2019. Namun, dari keterangan terduga permasalahannya sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

Pelapor dari kasus ini, lanjutnya, bukan dari keluarga korban, tetapi orang lain yang mengetahui cerita kejadian tersebut. 

Oleh sebab itu, hingga kini polisi belum bisa meminta keterangan dari korban maupun keluarganya, tetapi pihaknya akan terus memproses kasus ini.

"Meski dari keterangan terduga sudah diselesaikan secara kekeluargaan, namun jika sudah ada laporan masuk maka proses hukum tetap berjalan," kata Dodi.

Agar kasus ini statusnya dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan, maka harus ada dua alat bukti yang sah.

Sebelumnya, Pengamat Sosial dari Universitas Andalas, Dr Jendrius mengungkapkan kejadian pelecehan seksual pada anak di bawah umur menunjukkan ada sesuatu yang salah terjadi di tengah masyarakat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kejadian itu. Pertama, kurangnya kontrol sosial dari masyarakat sekitar. Keluarga, tetangga, teman dan orang di lingkungan itu tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi.

"Kurangnya kepedulian dan kontrol sosial dari lingkungan ditunjukkan dari sejumlah kasus, di mana pelakunya adalah orang-orang terdekat korban," ujarnya.

Ketika seharusnya korban berada di zona aman, lanjutnya, namun sebaliknya, mereka malah jadi korban dari orang yang seharusnya melindunginya.

Kemudian faktor selanjutnya, belum optimalnya edukasi seksual sejak dini kepada masyarakat. Seharusnya, anak-anak di bawah umur sejak duduk di bangku sekolah sudah diberi edukasi seksual.

"Tidak perlu yang rumit, mereka setidaknya diedukasi, tidak ada yang boleh menyentuh area vitalnya selain dirinya sendiri atau ibunya," kata Jendrius.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.