Sukses

Awas, Jajanan Anak Berpewarna Tekstil Beredar Luas di Purbalingga

Tim JKPT Purbalingga setidaknya menemukan empat bahan makanan yang mengandung pewarna tekstil. Dua di antaranya jajanan anak.

Liputan6.com, Purbalingga - Tampilan makanan menjadi salah satu daya tarik bagi pembeli, khususnya anak-anak. Tak heran jika ada saja produsen atau pembuat makanan yang nakal masih menggunakan pewarna tekstil.

Alasannya sederhana, pewarna tekstil atau Rhodamin B memiliki warna yang lebih kuat dan mencolok. Warna mencolok dianggap lebih menarik bagi calon konsumen.

Ini tentu berbeda dengan pewarna lain, misalnya bahan pewarna alami yang warnanya enderung kalem, kalau tak mau disebut kusam. Sayangnya, mereka tak memperdulikan kualitas kesehatan bahan makanan yang diproduksinya.

 

Tim Jejaring Keamanan Pangan Terpadu (JKPT) Kabupaten Purbalingga setidaknya menemukan empat bahan makanan yang mengandung pewarna tekstil. Dua di antaranya adalah jajanan anak.

Keempat makanan itu adalah makanan kecil (snack) Pilus dan Arumanis yang biasa dikonsumsi anak-anak serta kerupuk merk Air Mancur dan Jenang Tape. Keempat makanan itu ditemukan di sejumlah pasar tradisional kabupaten di kaki Gunung Slamet ini.

Kasi Keamanan Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Purbalingga, Suyono, Selasa (26/2/2019) mengatakan, JKPT menemukan kerupuk Air Mancur di Pasar Bukateja, Purbalingga.

"Untuk makanan olahan itu dari uji 10 sampel ada satu yang terbukti mengandung campuran berbahaya yaitu Kerupuk berlabel Air Mancur ini positif mengandung zat pewarna tekstil Rhodamin B," kata Suyono dalam keterangan yang diterima Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Beredar Luas di Pasar Tradisional

Sebelumnya, kerupuk Air Mancur juga ditemukan di Pasar Sinduraja, Kecamatan Kaligondang dan Pasar Segamas, Purbalingga bersama dengan tiga makanan lain yang positif mengandung pewarna tekstil.

Dia mengungkapkan, kerupuk Air Mancur bukan merupakan produk Purbalingga, melainkan Purwokerto yang memang sudah beredar luas di pasar-pasar wilayah Purbalingga. Bahkan, tiga dari empat pasar yang sudah dikunjungi, JKPT menemukan kerupuk berpewarna tekstil ini.

"Ada tiga pasar di mana beberapa pedagangnya ini menjual kerupuk Air Mancur," ungkapnya.

Celakanya, kebanyakan pedagang memang belum mengetahui jika kerupuk berlabel Air Mancur ini mengandung pewarna tekstil. Harga kerupuk Air Mancur ini juga lebih murah dibandingkan kerupuk lainnya.

"Ternyata kerupuk Air Mancur ini pun banyak digunakan oleh para penjual soto sokaraja karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan kerupuk lainnya," kata Suyono.

Dia pun menjelaskan, sementara ini Tim JKPT Purbalingga masih tahap sosialisasi dan pembinaan kepada pedagang kerupuk untuk tidak menjual kerupuk Air Mancur. Tak ada tindakan hukum untuk para pedagang.

Namun, temuan ini nantinya akan dilaporkan pada Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Purbalingga. Dengan begitu, Bupati Purbalingga dan jajaran pejabat di dalamnya bisa menidaklanjuti temuan ini.

"Dengan tindakan yang tegas nantinya diharapkan kerupuk Air Mancur yang terbukti mengandung Rhodamin B ini tidak lagi beredar karena sangat membahayakan bagi kesehatan manusia," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Ulah Produsen Nakal

Tim JKPT juga bakal berkoordinasi dengan Tim Keamanan Purwokerto untuk mengecek langsung ke pabriknya. Pasalnya, berdasar informasi, kerupuk jenis ini pernah dilarang beredar lantaran kasus yang sama.

Suyono mengakui, secara kasat mata, sulit untuk membedakan makanan berpewarna tekstil dengan pewarna yang aman. Akan tetapi, salah satu ciri yang bisa diamati alah tampilan warnanya yang mencolok.

"Karena kalau tidak memakai alat apapun secara kasat mata itu gak akan terlihat harus menggunakan alat khusus sehingga nanti apabila mengandung Rhodamin B, warna merahnya menyala," ujarnya.

Ia juga mengimbau agar pedagang tak lagi menjual empat makanan yang sudah terbukti mengandung Rhodamin B ini. Mereka diminta untuk mengembalikan produk tersebut kepada para pemasok.

Sementara itu, Giat, seorang pedagang, mengaku tak tahu makanan yang dijualnya mengandung pewarna berbahaya. Sebab, kerupuk tersebut juga pernah diuji keamanan pangan beberapa tahun lalu.

Saat itu, kerupuk itu dinyatakan berbahaya dan tak lagi beredar. Namun selang beberapa tahun kemudian, kerupuk dinyatakan lulus uji dan layak dikonsumsi.

"Kemudian dicek lagi sudah aman, jadi saya jual kerupuk ini lagi tapi ternyata waktu tadi dicek lagi ternyata masih berbahaya," ucap Giat.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.