Sukses

Buronan Korupsi Makassar Masuk Daftar Merah Interpol

Jentang, pengusaha ternama di Sulsel tak hanya masuk daftar DPO Kejati Sulsel. Tapi juga masuk incaran Interpol.

Liputan6.com, Makassar - Soedirjo Aliman alias Jentang, tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar tak hanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) di tingkat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), melainkan juga masuk dalam catatan merah interpol.

"Iya. Jentang ini kan sudah masuk dalam red notice Interpol, dia udah jadi incaran Interpol," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, Kamis (8/11/2018).

Red notice, terang Dicky, merupakan permintaan untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang dianggap terlibat dalam kasus kriminal. Seperti halnya Jentang, yang saat ini masih status buron di Kejati Sulsel sementara statusnya sudah tersangka dan diperkirakan kabur ke luar negeri.

Polda Sulsel sudah bergerak membantu Kejati Sulsel untuk menangkap Jentang. Ini sebagai tindak lanjut permintaan resmi Kejati Sulsel yang meminta bantuan Polda Sulsel.

"Jadi sudah berkoordinasi dengan Kejati Sulsel. Kalau nantinya tertangkap, kita langsung serahkan ke Kejati Sulsel untuk diproses lebih lanjut," terang Dicky.

Saksikan Video Pilihan Di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kronologis

Diketahui, pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, Jentang dikabarkan minggat bersama istri ke Jakarta, tepatnya Kamis 2 November 2017 dan hingga saat ini memilih buron dan tak memenuhi panggilan penyidik Kejati Sulsel.

Jentang dinilai berperan sebagai aktor utama dibalik terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan penyewaan lahan negara yang terdapat di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.

Penetapan dirinya sebagai tersangka telah dikuatkan oleh beberapa bukti diantaranya bukti yang didapatkan dari hasil pengembangan fakta persidangan atas tiga terdakwa dalam kasus korupsi penyewaan lahan negara buloa yang hingga saat ini perkaranya bergulir di tingkat kasasi. Ketiga terdakwa masing-masing M. Sabri, Rusdin dan Jayanti.

Selain itu, bukti lainnya yakni hasil penelusuran tim penyidik dengan Pusat Pelatihan dan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK). Dimana dana sewa lahan diambil oleh Jentang melalui keterlibatan pihak lain terlebih dahulu.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Jan Maringka kala itu mengatakan Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT. Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 Juta untuk biaya penyewaan tanah.

"Nah dana tersebut diduga diterima oleh tersangka melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya ,"kata Jan dalam konferensi persnya di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 1 November 2017.

Penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulsel dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional di Sulsel.

"Kejati Sulsel segera melakukan langkah langkah pengamanan aset untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dari upaya klaim-klaim sepihak atas tanah negara di wilayah tersebut ,"tegas Jan yang saat ini menjabat Jaksa Agung Muda Intelkam (JAM Intelkam) Kejagung itu.

Atas penetapan tersangka dalam penyidikan jilid dua kasus buloa ini, Kejati Sulsel juga langsung mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka koordinasi penegakan hukum.

"Tersangka (Jentang) disangkakan dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ," Jan menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.