Sukses

Anggota DPR Sebut Sanksi Pelanggar Protokol Pilkada Bisa Gunakan UU Kekarantinaan

Komisi II DPR mengusulkan kepada KPU agar para pelanggar protokol Pilkada juga bisa dikenakan aturan lain sesuai Perundang-Undangan seperti UU Karantina Kesehatan dan juga sanksi lain.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut, pemberian sanksi pada pelanggar protokol kesehatan selama penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi Covid-19 bisa menggunakan aturan lain di luar aturan PKPU Nomor 13 Tahun 2020.

"Kami telah mengusulkan kepada KPU agar para pelanggar protokol Pilkada juga bisa dikenakan aturan lain sesuai Perundang-undangan seperti UU Karantina Kesehatan dan juga sanksi lain yang diatur dalam KUHP," ujar Doli melalui keterangan tulis, Jumat (2/10/2020).

Doli mengatakan, seharusnya PKPU merujuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, khususnya Pasal 69 huruf e dan huruf j dan 187 ayat (2) dan ayat (3) dan  UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

"Khususnya Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi, 'Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).'," kata Doli.

PKPU lanjut Doli, juga dapat merujuk pada Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan khususnya Pasal 93.

Dia mengakui bahwa dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020, KPU tak bisa memberikan sanksi bagi peserta pilkada yang kedapatan melanggar protokol kesehatan.

"Padahal masyarakat mengharapkan dalam PKPU diberikan sanksi progresif kepada pihak yang melanggar," katanya. 

Tapi, lanjut Doli hal tersebut terganjal di undang-undangnya. Karena PKPU merupakan turunan dari undang-undang.

"Dalam penyusunan PKPU 13/2020, KPU tidak bisa memberikan sanksi administratif secara tegas seperti pembatalan (diskualifikasi) sebagai pasangan calon di Pilkada 2020," timpalnya. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Revisi UU Nomor 10 Tahun 2020

Menurutnya hal itu lantaran penyusunan aturan di Pilkada 2020 masih harus berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Pilkada. Di mana memuat aturan pemilihan di masa normal dan bukan saat pandemi.

"Untuk mengubah aturan secara progresif, pemerintah perlu merevisi UU Nomor 10 Tahun 2020 atau menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)," imbuhnya. 

Namun faktanya, pemerintah, penyelenggara dan DPR hanya sepakat untuk merevisi PKPU saja.

"Sementara ini masih cukup dengan revisi PKPU," paparnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.