Sukses

Soroti Pengelolaan TIM, Rano Karno: Harus Ada Satu Jalan agar Kesenian dan Bisnis Bertumbuh

Rano menekankan bahwa pengelolaan TIM seharusnya tetap berada di tangan para seniman, seperti di masa lalu.

Liputan6.com, Jakarta Calon wakil gubernur Jakarta, Rano Karno, menyoroti pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dinilainya terlalu berorientasi pada bisnis dan kurang memberikan ruang bagi seniman. Hal ini disampaikannya saat berbicara dalam Dialog Publik Seni di TIM, Jakarta, pada Senin (23/9/2024).

Rano menekankan bahwa pengelolaan TIM seharusnya tetap berada di tangan para seniman, seperti di masa lalu.

“Yang saya paham TIM itu dulu pengelolaannya diberikan oleh para seniman, bukan oleh sebuah berbagai bisnis seperti ini,” kata Rano.

“Karena pada kenyataannya gak akan pernah ketemu. Dunia seni dengan dunia bisnis, gak akan pernah ketemu. Harus ada satu jalan. Win-win solution, agar kesenian berjalan dan bisnis bertumbuh”, sambungnya.

Rano menyoroti peran penting para seniman dalam menjaga kelangsungan hidup Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai pusat budaya dan seni. Ia mengkritik pendekatan birokrasi yang dinilainya kurang memahami kebutuhan dunia seni, serta menggarisbawahi bahwa karya seni tidak bisa dihasilkan hanya melalui kebijakan administratif tanpa keterlibatan kreatif para seniman.

"Tidak akan lahir sebuah kesenian tanpa ide dan tanpa tenaga. Itu yang harus dipahami oleh Dinas (Jakarta)", ujarnya.

“Dinas sekarang hanya ketemu dengan dinas kebudayaan saja. Dinas-dinas lain tidak memperhatikan itu”, sambungnya.

 

2 dari 3 halaman

Dukung Revitalisasi TIM

Ia juga menegaskan, dengan dengan pengalamannya selama 50 tahun sebagai budayawan, menyampaikan bahwa ia mendukung revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai upaya meningkatkan fasilitas untuk komunitas seni.

Namun, ia mengkritisi proses revitalisasi yang menurutnya kurang tepat jika pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Rano mengungkapkan keprihatinannya bahwa pihak swasta mungkin tidak memiliki pemahaman mendalam mengenai kebutuhan seniman dan perkembangan dunia seni.

"Tapi yang saya enggak setuju, pengelolaannya dipegang oleh swasta, yang enggak paham bagaimana kesenian itu hidup," tegasnya.

Selain itu, Rano Karno juga menyoroti tingginya harga sewa fasilitas di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dianggap memberatkan para seniman lokal.

“Sewanya 250 juta, berapa yang harus dijual tiket? sehingga yang nonton barangkali cuma 20-30 orang. Apakah itu yang mencapai? tidak bisa begini”, ujar Rano Karno.

“Tugas negara, tugas pemerintah hadir di dalam sebuah kegiatan”, sambungnya.

 

3 dari 3 halaman

Minim Kegiatan

Rano Karno juga menyinggung minimnya kegiatan besar yang diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) setelah revitalisasi. Bagi Rano, penting untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak, khususnya seniman, agar TIM kembali berfungsi sebagai pusat seni yang dinamis.

“Saya enggak pernah dengar kegiatan besar (lagi) di tempat ini. Apa yang terjadi? apakah enggak sanggup untuk sewanya? atau penonton gak ada? nah, ini kita harus cari jalan keluarnya. Tentu keadilan saya dan Mas Pram di Jakarta ini bukan hanya semata membenahi bisnis saja, banyak yang harus kita benahi”, tegasnya.

Sebagai penutup, Rano Karno optimis bahwa di bawah kepemimpinannya bersama Pramono Anung, Taman Ismail Marzuki (TIM) akan dikelola dengan lebih baik dan berorientasi pada kepentingan seniman.

"Tapi kalau saya jadi wakilnya Mas Pram, tempat ini akan jauh lebih sempurna. Tempat ini tentu harus dikelola", pungkas Rano.

Video Terkini