Sukses

Aturan Diperketat, Toyota dan Honda Tunda Ekspor Mobil ke Vietnam

Dengan aturan impor diperketat di Vietnam, ini akan berpengaruh terhadap pabrikan mobil di Jepang, Thailand, dan juga Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Dua raksasa otomotif asal Jepang, Toyota dan Honda, telah menunda ekspor ke Vietnam sejak awal tahun. Hal tersebut karena adanya pemeriksaan ketat terhadap kendaraan yang diimpor ke Vietnam.

Dilansir AsianNikkei, ditulis Senin (29/1/2018), aturan tersebut dipandang sebagai proteksionisme. Hal ini menyusul penghapusan tarif impor untuk mobil dari negara Asia Tenggara sebesar 30 persen pada 1 Januari tahun ini.

Toyota mengatakan, pihaknya telah menghentikan semua produksi untuk diekspor ke pasar Vietnam. Pembuat mobil asal Negeri Sakura ini memang memproduksi lokal di Vietnam, tapi impor juga dilakukan dari Thailand, Indonesia, dan Jepang.

Untuk impor dari tiga negara tersebut memang cukup besar, mencapai seperlima dari pangsa pasar di Vietnam atau sekitar 1.000 unit per bulan. Untuk mobil yang diimpor, seperti pikap Hilux, Yaris, Fortuner, dan merek Lexus.

"Pasar Vietnam melambat tahun lalu dengan jelas, karena konsumen menahan diri untuk tidak membeli saat menunggu penghentian tarif pada akhir 2017," jelas Presiden Toyota Motor Thailand, Michinobu Sugata.

Memang, penjualan mobil di Vietnam antara Januari hingga November merosot 10 persen, menjadi 245 ribu unit. "Kami mengantisipasi lompatan besar pada 2018, namun karena hambatan nontarif yang ditetapkan oleh pemerintah Vietnam, kami sama sekali tidak dapat mengekspor ke pasar," tambahnya.

Untuk diketahui, peraturan yang disebut sebagai Dekrit 116 ini telah diumumkan pada Oktober 2017. Dalam peraturan tersebut, memerlukan uji emisi dan keselamatan yang harus dilakukan pada setiap batch mobil yang diimpor. Padahal, sebelumnya hanya menguji setiap model dalam pengiriman pertama.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Biaya

Kementerian Perdagangan dan Industri Jepang di Vietnam mengatakan, satu tes emisi bisa memakan waktu hingga dua bulan dan menghabiskan biaya hingga US$10 ribu.

"Ini akan menyebabkan banyak waktu dan uang," ujarnya kepada Perdana Menteri (PM) Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, Desember tahun lalu.

Dengan begitu, setiap model yang dimpor harus mendapatkan sertifikat Vehicle Type Approval (VTA) dari otoritas negara pengekspor. Dengan VTA ini, untuk menunjukan bahwa kendaraan tersebut memenuhi standar di negara yang kendaraan tersebut bakal dijual.

Sejak keputusan tersebut, pemerintah eksportir besar, seperti Jepang, Thailand, dan Amerika Serikat, telah menyatakan keprihatiann kepada Vietnam. Pasalnya, sudah tidak mungkin pihaknya menjual kendaraan ke Vietnam, dan keputusan tersebut dapat melanggar peraturan Organisasi Perdagangan Dunia.

3 dari 3 halaman

Honda dan Mitsubishi

Selain Toyota, merek yang juga terpukul dengan aturan ini adalah Honda yang berniat mengirimkan SUV andalannya, CR-V, dari Thailand pada awal tahun ini. Sebelumnya, pabrikan berlambang huruf H ini merakit secara lokal CR-V di Vietnam, dengan komponen yang masih diekspor dari Thailand.

Akan tetapi, untuk menghemat biaya, akhirnya Honda memindahkan produksi sepenuhnya ke Thailand, tapi hal tersebut akhirnya harus ditunda. Rencananya, Honda bakal mengimpor 10 ribu CR-V sepanjang 2018, dan meningkat 70 persen dari yang diproduksi di Vietnam tahun lalu, terlebih karena model baru yang sudah diluncurkan.

"Model CR-V terbaru sangat populer, dan kamu sudah menerima sekitar 200 pesanan," kata pemilik dealer di Hanoi, Vietnam. "Tapi, mobil-mobil itu tidak akan sampai pada April mendatang," tambahnya.

Sementara itu, untuk Mitsubishi Motor juga menghentikan produksi SUV Pajero Sport untuk pasar Vietnam di Thailand. "Kami terus meningkatkan keprihatinan kami dengan pemerintah Vietnam, sehubungan dengan dampak penting (keputusan) mengenai operasi tersebut," jelasnya.

Sementara itu, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar diberi waktu dua tahun untuk menghapus semua tarif perdagangan regional, terkait barang yang disepakati anggota. Hal tersebut terungkap ketika blok 11 negara memulai ASEAN Economic Community, akhir 2015.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.