Sukses

MAKI Dorong Dewan Etik Periksa Anggota BPK yang Namanya Muncul di Sidang SYL

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar memeriksa anggota BPK yang namanya disebut dalam persidangan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar memeriksa anggota BPK yang namanya disebut dalam persidangan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.

"Dewan Etik BPK segera melakukan pemeriksaan kode etik dan jika terbukti ada pelanggaran berat maka diberhentikan dengan tidak hormat," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangannya.

Dalam persidangan perkara Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk, disebutkan auditor BPK meminta uang sejumlah Rp12 miliar untuk menerbitkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementan. Namun, Boyamin mengingatkan semua pihak untuk mengedepankan asas praduka tak bersalah.

"Kita harus mengedepankan azas praduga tidak bersalah maka harus nunggu penyelidikan," kata Boyamin.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bekas Anak Buah SYL Ungkap Auditor BPK Minta Rp12 Miliar Buat Terbitkan WTP Kementan

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto sempat menyinggung adanya permintaan uang sebesar Rp12 miliar dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Hal itu diungkapkan Hermanto dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan SYL dkk di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).

Jaksa semulanya bertanya perihal adanya pemeriksaan tahunan yang dilakukan oleh BPK di Kementan. Pemeriksaan itu juga sehubungan dengan predikat WTP.

Hermanto mengakui adanya hal tersebut. Dia kemudian menyebut nama pejabat di BPK yakni Viktor. Diketahui, Viktor merupakan seorang auditor BPK.

"Kemudian ada kronologi apa terkait dengan Pak Haerul, Pak Victor yang mana saksi alami sendiri saat itu? Bagaimana, bisa dijelaskan kronologinya?" tanya Jaksa.

"Yang ada temuan dari BPK terkait food estate yang pelaksanaan. Ya temuan-temuan. Tidak banyak, tapi besar," ujar Hermanto.

Pada saat itu, kata Hermanto, yang menjadi perhatian khusus pihak BPK yakni soal food estate.

"Yang menjadi konsen itu yang food estate, yang sepengetahuan saya, ya, Pak. Mungkin ada, yang besar itu food estate kalau enggak salah, dan temuan-temuan lain lah. Yang lain secara spesifik saya enggak hapal," ungkap Hermanto.

Jaksa kemudian meminta Hermanto untuk menjelaskan bagaimana proses penerbitan WTP di Kementan pada saat itu kala soal food estate yang menjadi perhatian khusus.

"Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya, ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu," tutur Hermanto.

"Itu yang di tahun berapa?" tanya jaksa.

"Kegiatannya 2021, sebelum saya menjabat. Tapi ketika saya menjabat, saya langsung berhadapan dengan konsep temuan BPK. Ya, membaca konsep temuan," sahut Hermanto.

Lalu, jaksa kembali meminta penjelasan bagaimana proses penerbitan WTP pada tahun 2022 hingga 2023. Hermanto mengaku tidak tahu secara persis bagaimana prosesnya.

Jaksa kemudian mencecar pihak BPK yang menerbitkan WTP, di mana muncul nama Victor, Daniel Siahaan dan Toranda Saefullah

"Kalau begitu, kejadian apa nih kronologisnya, saksi pernah bertemu dengan Pak Victor, Daniel Siahaan, Toranda Saefullah. Apa yang disampaikan mereka kepada Kementan selaku yang diperiksa?" tanya jaksa.

"Pernah disampaikan bahwa konsep dari temuan-temuan itu bisa menjadi penyebab tidak bisanya WTP di Kementan. Dari sekian banyak eselon 1, tapi mungkin apa namanya termasuk bagian dari PSP ada di dalamnya," beber Hermanto.

Hingga akhirnya muncul adanya permintaan sejumlah uang dari pihak BPK guna Kementan mendapatkan predikat WTP. Uang itu diminta oleh Viktor.

"Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan. Untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan," ucap Hermanto.

Saksi mengaku sempat berkali-kali ditagih uang miliaran itu dan diminta segera disampaikan ke pimpinan, dalam hal ini adalah Syahrul Yasin Limpo.

Hanya saja, Hermanto mengaku tidak memiliki akses menyampaikan permintaan tersebut kepada SYL. Namun, kata Hermanto, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono mengetahui permintaan tersebut.

"Saya tidak terima arahan dari Pak Menteri maupun dari Pak Sekjen terkait itu. Cuma ini minta disampaikan oleh Pak Victor, disampaikan ke Pak Menteri," pungkas Hermanto.

"Nah, akhirnya gimana, disampaikan?" tanya jaksa.

"Saya enggak ada punya akses langsung ke Pak Menteri," jawab saksi.

"Selanjutnya bagaimana? Saksi kan menyebut melalui Pak Hatta. Apa nih yang disampaikan Pak Hatta kemudian?" tanya jaksa.

"Ya akan menghubungi Pak Sekjen dan menyampaikan ke Pak Menteri," jawab Hermanto.

Singkat cerita, permintaan uang Rp12 miliar dari BPK tidak terpenuhi. Kementan hanya mampu memberikan uang sebesar Rp5 miliar saja.

Pun meskipun nominal yang tidak sesuai BPK itu. Kementan pada akhirnya mampu mendapatkan predikat WTP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.