Sukses

Pakar Nilai Perubahan UU Kementerian dan Penataan Kabinet Sebagai Keniscayaan Konstitusional

Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menilai, perubahan nomenklatur atau pembentukan kementerian baru dengan nomenklatur tertentu, setelah presiden terpilih mengucapkan sumpah jabatan adalah sebuah keniscayaan konstitusional.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menilai, perubahan nomenklatur atau pembentukan kementerian baru dengan nomenklatur tertentu, setelah presiden terpilih mengucapkan sumpah jabatan adalah sebuah keniscayaan konstitusional.

“Dengan demikian, terkait rencana Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dalam rangka penataan pembentukan Kabinet Presidensial yang konstitusional, hemat saya adalah sesuatu constitutional will, sebab UUD 1945 telah menentukan demikian,” tutur Fahri kepada wartawan, Sabtu (11/5/2024).

Pernyataan ini menyusul wacana penambahan kementerian baru di era pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Fahri menyebut, pada hakikatnya konstitusi telah menentukan bahwa presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (UUD) 1945, dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sejumlah menteri negara yang membidangi urusan tertentu di pemerintahan.

Dengan penegasan, setiap menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara.

Sebagai konsekuensi norma konstitusional dari penormaan itu, maka Ketentuan Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas telah mengatur dan mengklasifisir bahwa urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri atas urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945; urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945; dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

Konstitusi telah mengantisipasi untuk dilakukan serta mengakomodasi keadaan kompleksitas urusan pemerintahan negara masa depan, dengan membuka kemungkinan presiden untuk menata serta menyesuaikan kebutuhan pembentukan lembaga kementerian yang dipandang relevan sesuai perkembangan dan dinamika kebutuhan hukum serta ketatanegaraan masa depan,” jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Keniscayaan yang Tak Dapat Dihindari

Dengan begitu, lanjut Fahri, pengubah konstitusi telah meletakkan basis serta fondasi pengaturan rezim hukum tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

Sehingga, pada prinsipnya diskurus akademik maupun naskah policy brief sebagai jembatan komunikasi dari analis kebijakan, sebagai sebuah produk penelitian serta rekomendasi yang dibangun oleh berbagai pihak untuk kepentingan akademik, maupun presiden dalam menggunakan kewenangannya membentuk kabinet pemerintahan dan mengangkat menteri, haruslah dalam kerangka format berfikir konstitusional.

“Sebab, perubahan UU Kementerian Negara maupun kebijakan Penataan Kabinet Presidensiil di Indonesia yang konstitusional oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, selain merupakan sebuah kebutuhan ketatanegaraan, lebih jauh adalah merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari,” kata Fahri menandaskan.

3 dari 4 halaman

Mencuat Kabar Prabowo Tambah Kementerian hingga 40

Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku bingung dengan beredarnya kabar pemerintahan Prabowo-Gibran bakal menambah nomenklatur kementerian menjadi 40. Menurut dia, sejauh ini isu tentang kabinet Prabowo-Gibran masih sebatas aspirasi.

"Saya juga bingung bahwa kemudian, saya pikir itu juga merupakan masukan aspirasi karena yang beredar ada penambahan kementerian ini itu," kata Dasco kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/5/2024).

Menurutnya, Prabowo hingga kini fokus untuk merancang program kerja sesuai dengan janji kampanye. Sehingga, belum ada pembahasan mengenai nomenklatur kementerian.

"Sampai dengan saat ini Pak Prabowo masih fokus justru untuk merancang janji program yang dijanjikan dalam kampanye. Nah itu untuk nomenklatur kementerian itu belum ada," ungkapnya.

Selain itu, Dasco mengaku, belum ada pembahasan untuk merevisi Undang-Undang Kementerian Negara untuk menambah jumlah kementerian.

Dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, jumlah kementerian telah diatur dalam Pasal 15. Paling banyak adalah 34 kementerian.

"Ya justru kan belum ada, makanya saya bingung. Jadi ya kita anggap saja itu aspirasi, masukan gitu," tukasnya.

4 dari 4 halaman

Wapres Ma'ruf: 34 Kementerian Sudah Ideal

Sementara itu, Wapres Ma'ruf Amin menyatakan bahwa jumlah kementerian dalam era Kabinet Indonesia Maju (KIM) saat ini sudah mencapai komposisi yang ideal untuk pemerintahan di Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wapres sebagai tanggapan terhadap wacana penambahan jumlah pos kementerian dalam kabinet Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Jumlahnya saat ini, yaitu 34 kementerian, sudah cukup ideal menurut saya," kata Wapres Ma'ruf Amin setelah menghadiri acara halal bihalal Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (7/5/2024)

Advertisement Namun, Wapres menambahkan bahwa jika Presiden dan Wakil Presiden terpilih menganggap penambahan jumlah pos kementerian sebagai kebutuhan, maka wacana tersebut bisa direalisasikan.

"Tetapi jika dianggap perlu, bisa saja lebih dari itu. Jika diperlukan, mungkin bisa lebih dari itu," katanya dikutip dari Antara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini