Sukses

Wakil Ketua KPK Benarkan Pernyataan Agus Rahardjo soal Jokowi Minta Setop Kasus Setnov

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus korupsi e-KTP mantan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov dihentikan.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus korupsi e-KTP mantan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov dihentikan.

"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," ujar Alex saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023).

Alex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov karena para pimpinan sudah sepakat dalam ekspos atau gelar perkara kasus ini. Lagipula, menurut Alex, status Setnov sebagai tersangka sudah diumumkan ke publik.

"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," kata Alex.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo sebelumnya mengungkapkan bahwa pernah dipanggil Presiden Jokowi terkait pengusutan kasus korupsi e-KTP yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Agus mengatakan, Jokowi saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan. Menurut Agus, Presiden Jokowi pada waktu itu ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian, oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu," kata Agus dalam wawancara di televisi nasional.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jokowi Marah Minta Kasus Korupsi Setya Novanto Dihentikan

Agus mengaku saat masuk dirinya melihat Presiden marah sambil mengatakan 'hentikan'. Agus mengaku sempat terkejut saat itu karena tak memahami maksud dari kata 'hentikan' itu.

"Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran, hentikan, yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus Rahardjo.

3 dari 4 halaman

Novel Baswedan Dengar soal Jokowi Minta Kasus Korupsi Setnov Dihentikan

Pernyataan mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) santer menjadi sorotan.

Pengakuan itu pun diamini mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan yang mengaku pernah mendengar adanya kabar tersebut saat masih berdinas di lembaga antirasuah.

"Iya saya memang pernah dengar cerita itu. Saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat," kata Novel saat ditemui, Jumat (1/12/2023).

Meski sedang di Singapura, namun Novel mengaku kalau mendapatkan kabar Agus yang ingin mundur dari Ketua KPK supaya kasus megakorupsi e-KTP yang menyeret Setnov tetap diusut.

"Dan seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. Itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri," kata dia.

Terlepas dari pengakuan Agus Rahardjo, Novel pun meyakini adanya revisi Undang-undang KPK No. 19 Tahun 2019 sebagai upaya untuk melemahkan institusi antirasuah dengan berbagai dinamika yang terjadi.

"Sekarang kan semakin jelas kan. Apa yang banyak dikatakan orang, termasuk saya, bahwa Undang-undang KPK revisi UU KPK yang Nomor 19 itu adalah untuk melemahkan KPK. Jadi terjawab," kata Novel.

Kendati demikian, Novel mengaku apa yang dia tahu soal cerita dari Agus hanya sebatas itu dan tidak secara langsung. Karena, posisinya yang saat itu sedang berada di Singapura untuk proses pengobatan.

"Tetapi detailnya saya enggak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya denger-denger dari pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu pegawai yang ada di KPK,” ucapnya.

"Biasanya kalau tekanan itu ke pimpinan. Kalau penyidik kan tentunya enggak langsung ya. Karena penyidik bekerja sesuai porsinya saja. Oke saya pikir itu ya," tambah dia.

4 dari 4 halaman

Istana Bantah Jokowi Minta Kasus Korupsi Setya Novanto Dihentikan

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk terus mendorong penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Ari menyoal pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta yang dipandu jurnalis senior Rosiana Silalahi, yang menyebut Presiden pernah memintanya menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto.

"Kita semua sebenarnya sepakat termasuk Presiden itu mendorong penguatan KPK itu dijalankan dan kita lakukan secara bersama-sama," kata Ari di gedung Kemensetneg Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Ari menyampaikan semua pihak berharap KPK bisa menjalankan tugas dengan baik, dan harus mendukung tidak hanya dalam proses penindakan hukum, tetapi juga dalam pencegahan korupsi.

"Jadi kita semua sebenarnya sepakat termasuk Presiden itu mendorong penguatan KPK itu dijalankan dan kita lakukan secara bersama-sama, baik itu oleh pemerintah, oleh DPR, dan juga oleh masyarakat sipil," kata Ari.

Ari membantah adanya agenda pertemuan Presiden Jokowi dengan Agus Rahardjo yang membahas proses hukum Setya Novanto dalam perkara korupsi e-KTP.

Bahkan, kata Ari, setelah dicek tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda presiden dengan Agus Rahardjo. Selain itu, Presiden Jokowi telah menegaskan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK.

Ari menuturkan proses hukum terhadap Setya Novanto yang bergulir pada 2017, akhirnya berproses secara baik hingga berujung pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.