Sukses

Keluarga Brigadir J: Terima Kasih Presiden, Menko Polhukam, Kapolri

Orangtua Brigadir J meminta Polri dapat mempertimbangkan kenaikan pangkat untuk anaknya. Termasuk juga memulihkan nama baik almarhum yang sempat disebut sebagai pelaku pelecehan seksual.

Liputan6.com, Jakarta - Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah dengan serius mengawal proses hukum kasus kematian almarhum, hingga jatuhnya vonis yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Hal itu disampaikan oleh ayah dari Brigadir J, Samuel Hutabarat saat menyambangi Kantor Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

"Yang tidak diagendakan kami tadi ke sini dengan secara tiba-tiba berkunjung kepada Kabareskrim Pak Agus, dengan begitu humanisnya Kabareskrim sampai saya merinding, menerima kami datang untuk menyuruh kami masuk ke ruang kerjanya. Itu adalah salah satu penghargaan tinggi kami ucap," kata Samuel di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/2/2023).

Samuel didampingi istri yang juga ibu dari Brigadir J, Rosti Simanjuntak, turut mengucapkan terima kasih kepada Kabareskrim Polri, bahwa persoalan anaknya yang menjadi korban pembunuhan telah berhasil dibuka secara terang-terangnya. Termasuk kepada anak buahnya yang dinilai sukses menjalankan tugas memonitor kasus tersebut.

"Dan terima kasih juga kepada Bapak Listyo Sigit selalu pimpinan Polri Indonesia dan Bapak Presiden, dan tak lupa juga kepada Mahfud Md yang begitu memantau proses persidangan atau proses hukum yang sedang berjalan terhadap kasus anak kita almarhum Yosua," kata Samuel.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Minta Polri Pertimbangkan Kenaikan Pangkat

Lebih lanjut, Samuel juga meminta Polri dapat mempertimbangkan kenaikan pangkat untuk anaknya. Termasuk juga memulihkan nama baik almarhum yang sempat disebut sebagai pelaku pelecehan seksual.

"Intinya kami minta pemulihan nama baik, restitusi, kenaikan pangkat dua tingkat (usulan), kemudian permintaan supaya rumah itu dijadikan museum sebagai pengingat supaya tidak ada lagi kejahatan-kejagatan baik di kepolisian atau Propam dan tidak ada lagi OOJ di kemudian hari, dan itu menjadi pengingat supaya polisi kita, yang kita cintai ini menjadi polisi yang baik dan benar, dan humanis, yang berpihak kepada rakyatnya sendiri," Samuel menandaskan.

3 dari 4 halaman

Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dengan hukuman mati.

Vonis tersebut dibacakan langsung oleh ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santoso di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).  

"Menyatakan Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana, dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan bersama sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.

Wahyu menyatakan, Ferdy Sambo terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Ferdy Sambo juga terbukti melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik junto Pasal 55 KUHP. 

4 dari 4 halaman

7 Hal yang Memberatkan Vonis Sambo

Hakim Wahyu menerangkan, majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Ada tujuh poin hal yang memberatkan Ferdy Sambo.

Pertama, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi kepadanya kurang lebih selama tiga tahun.

Kedua, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban Yosua Hutabarat

Ketiga, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.

Keempat, perbuatan terdakwa tidak sepantas dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri.

Kelima, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.

Keenam, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya yang turut terlibat.

Ketujuh, terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan. "Dan tidak mengakui perbuatannya," ujar dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.